Hasil Pemilu 2019 Dihitung dengan Metode Sainte Laque, Apa Itu?
Metode Sainte Lague berbeda dengan Metode Kuota Hare
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemilu 2019 telah dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia pada Rabu, 17 April 2019. Berbeda dengan pemilu sebelumnya yang menghitung hasil pemilu legislatif (pileg) menggunakan Metode Kuota Hare, kali ini penghitungan hasil pileg menggunakan Metode Konverensi Sainte Laque.
Metode Sainte Laque ini diperkenalkan oleh seorang pakar matematika asal Prancis bernama Andre Sainte Lague pada 1910. Seperti apa metode itu? Simak penjelasannya.
Baca Juga: Heboh Data C1 Beda dengan Situng KPU, Begini Sikap BPN
1. Metode Sainte Lague telah tercantum dalam UU
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri Bahtiar menjelaskan, aturan mengenai metode Sainte Lague tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, yaitu dalam Pasal 414 ayat (1) disebutkan bahwa setiap partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sebesar 4 persen.
Partai yang tidak memenuhi ambang batas tidak akan diikutsertakan dalam penentuan kursi di DPR RI. Namun, untuk penentuan kursi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, seluruh partai politik akan dilibatkan.
"Jika memenuhi persyaratan tersebut atau parliamentary threshold, perolehan suara partai akan dikonversi menjadi kursi di DPR RI pada setiap daerah pemilihan (Dapil)," ujar Bahtiar dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/4).
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 415 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2019, di mana suara partai akan dibagi dengan pembagi suara bilangan pembagi 1, 3, 5, 7, dan seterusnya.
Menurut Bahtiar, metode penghitungan suara atau konversi jumlah suara pemilih menjadi kursi di DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menjadi salah satu isu krusial yang sempat dibahas pada pembahasan UU Pemilu.
Baca Juga: Real Count KPU Pagi Ini, Jokowi-Ma’ruf Masih Unggul