CISDI Soroti Absennya Perspektif Kesehatan dan Gender di RKUHP
Kerentanan perkawinan anak dan meningkatnya korban kekerasan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menilai pemerintah belum memasukkan perspektif kesehatan dan gender dalam proses penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini nampak dari ditemukannya beberapa pasal bermasalah.
“Tidak diperhatikannya perspektif kesehatan dan gender berpotensi menyebabkan kerentanan baru bagi beberapa kelompok,” kata Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda, dalam Webinar, qPolicy Brief CISDI: Perspektif Kesehatan dan Gender dalam Penyusunan RKUHP, Jumat (19/8/2022).
1. Risiko kontraproduktif pada peningkatkan capaian kesehatan seksual
Olivia menyebutkan bahwa CISDI menilai ada beberapa pasal dan ketentuan cenderung kontraproduktif dengan upaya peningkatan capaian kesehatan dan perlindungan kelompok rentan. Pertama, risiko kontraproduktif terhadap peningkatkan capaian kesehatan seksual dan reproduksi.
Dalam Pasal 412 RKUHP ada aturan soal melarang orang “mempertunjukkan”, “menawarkan”, “menyiarkan tulisan”, dan “menunjukkan” alat pencegah kehamilan kepada anak. Sementara, dalam pasal 414 ayat 1 disebutkan hanya petugas berwenang atau relawan yang ditunjuk pejabat berwenang yang boleh promosikan kesehatan reproduksi dengan alasan pendidikan dan penyuluhan kesehatan. Hal ini dinilai bisa menyulitkan anak dan remaja dapat edukasi kesehatan seksual dan reproduksi yang utuh.
“Padahal, persoalan kesehatan reproduksi bersifat multidimensional, termasuk adanya keterbatasan tenaga dan layanan. Dalam masalah kehamilan remaja diperlukan bantuan banyak pihak untuk memberikan edukasi bagi anak dan remaja. Selain itu, pendidikan kespro dari teman sebaya juga terbukti efektif untuk edukasi kesehatan seksual dan reproduksi,” katanya.