TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Guru Ngaji di Purwakarta Pelaku Kekerasan Seksual, Modus Minta Dipijat

Tindakan kekerasan seksual ini sudah berlangsung sejak 2017

ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan seksual terjadi di salah satu majelis taklim di Purwakarta, Jawa Barat. Tindakan kekerasan seksual ini dilakukan seorang guru ngaji dan sudah berlangsung sejak 2017. Korbannya adalah para murid di majelis taklim tersebut.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), mengatakan, pihaknya sudah memberikan pendampingan kepada para korban sesuai kebutuhannya, termasuk pendampingan saat visum. 

“Salah satu pendampingan yang penting diberikan kepada para korban adalah pendampingan psikologis untuk melihat tanda-tanda munculnya permasalahan psikologi serta memberikan penanganan yang tepat bagi para anak korban. Pendamping perlu membangun hubungan baik dan menjadi wadah anak untuk bisa bercerita dengan terbuka dan nyaman. Perlu digali kekhawatiran dan alasan anak tidak mau bercerita terkait peristiwa yang dialami,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar Rabu (20/12/2023).

Baca Juga: Kemen PPPA Minta Kasus Balita Dianiaya Pacar Tante di Jaktim Diusut

1. Istri terlapor minta anak-anak memijat suaminya

Deputi Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Nahar

Kekerasan seksual ini bermula dari istri pelaku yang meminta anak-anak yang mengaji di rumahnya memijat pelaku dengan alasan kelelahan sehabis pulang dari sawah.

Akibat aksi tidak senonoh yang dilakukan pelaku, para korban merasakan perih di bagian kemaluannya.

Baca Juga: Siswa Korban Bullying di Bekasi Meninggal, Kemen PPPA: Kejadian Berat

2. Ada masalah relasi kuasa

ilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Nahar menggarisbawahi adanya relasi kuasa yang tidak seimbang antara terlapor dan korban. Guru mengaji itu menggunakan ancaman dan tekanan untuk menguasai anak korban yang lemah.

“Adanya relasi kuasa antara terlapor dan korban menjadikan korban anak bungkam atas kekerasan seksual yang dialaminya. Dalam hal ini, pelaku merupakan orang dewasa dan dihormati sebagai guru mengaji, menggunakan ancaman dan tekanan untuk menguasai anak korban yang dianggap lemah,” kata dia.

Baca Juga: Kemen PPPA: 16 HAKTP Jadi Momen Refleksi Upaya yang Belum Terlaksana

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya