ICJR: Penerapan RKUHP Malah Bawa Rakyat Indonesia ke Era Kolonial
ICJR menemukan masih ada 17 pasal bermasalah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menilai langkah anggota DPR periode 2014-2019 agar segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) jelas terburu-buru. Mereka terlihat seolah ingin segera mengetok RKUHP sebelum masa kerjanya berakhir pada pekan depan.
Inilah yang membuat publik akhirnya merasa bingung. Mengapa DPR begitu terburu-buru dan ingin ngebut di penghujung masa kerjanya. Apalagi proses menuju ke pengesahan RKUHP begitu tertutup.
Padahal, masih banyak pasal bermasalah di dalam RKUHP yang hendak diketok itu. Lalu, dalam pandangan ICJR, mengapa anggota DPR begitu terburu-buru ingin menuntaskan RKUHP ini?
Baca Juga: Jadi Polemik, Menkumham Klarifikasi RKUHP Perzinahan dan Kohabitas
1. Pembahasan mengenai RKUHP dilakukan secara tertutup dan tidak meminta masukan kepada publik
Menurut Maidina apa yang dilakukan oleh DPR dengan mengenalkan kembali tindak kriminalisasi terhadap perzinahan adalah sebuah kemunduran. Padahal, salah satu alasan yang dijadikan dalih bagi DPR melakukan perbaikan terhadap RKUHP karena pasal-pasal di dalamnya masih memiliki cita rasa kolonial. Namun, usai diperbaiki pun, rasa kolonial itu masih tetap ada.
Perzinahan adalah urusan pribadi dan tidak sepatutnya menjadi perhatian negara. Apabila itu terjadi, kata Maidina, maka membuka ruang kesewenang-wenangan.
"(Memasukan pasal mengenai perzinahan) Itu membuka kesewenang-wenangan, (pembahasan RKUHP) dilakukan di rapat tertutup, dan tidak bisa akses catatan rapatnya DPR pun tidak pernah ngasih juga (catatan pembahasan rapat)," ujar Maidina yang ditemui di kantor ICW, Kalibata pada Jumat siang tadi.
Apa yang dilakukan oleh DPR keliru dan berbahaya, sebab di dalam pasal-pasal baru RKUHP, siapa pun bisa dengan mudah masuk penjara.
Baca Juga: Banyak Pasal di RKUHP yang Kontroversial, Ini Klarifikasi Menkum HAM