TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KemenPPPA Soroti Kasus Aborsi Maut di Jambi

Perlu edukasi untuk turunkan angka aborsi

Ilustrasi jenazah (IDN Times/Mardya Shakti)

Jakarta, IDN Times - Kasus aborsi maut di Kabupaten Banyuasin, Jambi menjadi sorotan. Seorang perempuan berinisial DM (20) ditemukan tewas bersama bayinya akibat pendarahan setelah proses aborsi ilegal. Kepolisian telah mengamankan dan menahan dua orang tersangka dalam kasus ini.

“Kami turut prihatin atas meninggalnya perempuan asal Kabupaten Banyuasin akibat pendarahan yang dikarenakan proses aborsi ilegal ketika kandungannya berusia delapan bulan di sebuah kamar hotel. Praktik aborsi ilegal ini tidak hanya mengancam nyawa dari ibu, tetapi juga janin yang berada di dalam kandungannya,” ujar Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati dalam keterangannya dikutip Senin (6/2/2023).

Baca Juga: Akses Aborsi Aman, yang Legal Tapi Dijegal 

1. Ada larangan aborsi dalam undang-undang

Rilis kasus Klinik aborsi (Dok. Humas Polda Metro Jaya)

Ratna mengemukakan, larangan perbuatan aborsi sendiri sesungguhnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 75 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.

Dalam ayat (2) UU Kesehatan menjelaskan tindakan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan beberapa hal. Pertama, indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

2. Ada pengecualian dalam tindakan aborsi

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Penyusunan Peraturan Pelaksana UU TPKS antara KemenPPPA dan KemenkumHAM Senin (6/6/2022). (dok. KemenPPPA)

Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan juga jadi pengecualian dalam tindakan aborsi.

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan disebutkan, bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan bagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

“Negara Indonesia telah mengatur jelas, dan hadir untuk memastikan bahwa tindakan aborsi dilarang untuk melindungi serta menjamin hak untuk hidup dan bertahan hidup bagi setiap manusia termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia. Sementara itu, jika adanya indikasi-indikasi khusus seperti kedaruratan medis yang mengancam serta kehamilan akibat perkosaan maka tindakan aborsi dikecualikan,” kata Ratna.

Baca Juga: Perempuan Pemilik Rental PS di Jambi Lecehkan 11 Anak hingga Trauma

3. Pentingnya informasi kesehatan reproduksi bagi perempuan

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati (Dok. KemenPPPA)

KemenPPPA bakal mengawal kasus ini dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kasus ini diketahui bidan aborsi cuma tamatan SMA.

Selain itu, KemenPPPA memandang penting untuk dilakukan pemberian informasi dan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi bagi perempuan, serta bahaya dan akibat melakukan aborsi, untuk mencegah terjadinya kasus-kasus aborsi ilegal.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya