TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Komnas: Libatkan Perempuan dalam Membangun Kota Berkelanjutan 

Banyak kerentanan yang dialami perempuan

Lokasi penggusuran di Jalan Agung Perkasa VIII, Sunter Agung, Jakarta Utara. Warga tampak bertahan di antara puing-puing yang tersisa (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Jakarta, IDN Times - Hubungan antara perencanaan kota dan perempuan sangat erat. Karena itu, Komnas Perempuan meminta agar pemerintah daerah bisa menyelenggarakan pembangunan kota cerdas dan berkelanjutan agar layak huni, inklusif, berkeadilan serta berketahanan.

Hal ini belajar dari kasus polusi udara di DKI Jakarta yang efeknya tidak hanya menyangkut kesehatan, tapi juga ekonomi berupa menurunnya produktivitas karena lingkungan hidup yang tidak sehat dan kesehatan yang kurang optimal.

“Perempuan rentan terhadap dampak polusi tinggi karena memikul beban berlapis, kerja-kerja domestik dan mencari nafkah. Dalam jangka pendek, polusi udara menyebabkan peningkatan ISPA, yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak," ujar Komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati dalam keterangannya, Kamis (9/11/2023).

Dia menambahkan, "(bila terjadi) banjir akan mempengaruhi kesehatan masyarakat terkait dengan higienitas dan lingkungan hidup yang sehat, khususnya untuk perempuan. Seperti reaksi alergi, penyakit kulit, penyakit karena tikus dan serangga. Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi keamanan dan kebahagiaan warganya.” 

Baca Juga: Komnas Perempuan: Kekerasan Pacaran Urutan Kedua di Ruang Personal

1. Penggusuran dan konflik lahan langgar hak perempuan

Lokasi penggusuran di Jalan Agung Perkasa VIII, Sunter Agung, Jakarta Utara. Warga tampak bertahan di antara puing-puing yang tersisa (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Pernyataan tersebut disampaikan Komnas Perempuan berkenaan dengan hari Perencanaan Kota yang diperingati setiap tanggal 8 November. Ini adalah upaya mempromosikan dampak pembangunan kota tanpa perencanaan yang memadai, dan mengajak para pemangku kepentingan untuk memberikan perhatian pada tata ruang dan dampak lingkungan dari pembangunan kota dan wilayah. 

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mengungkapkan, penggusuran warga kota juga bentuk penggusuran ruang hidup perempuan. Di Indonesia, perempuan adalah kelompok masyarakat yang dianggap paling terikat dan bertanggung jawab terhadap rumah, lahan, dan urusan rumah tangga lainnya. Rumah jadi tempat untuk menjalankan fungsi maternitas, perawatan keluarga, sekaligus tempat untuk menopang keuangan keluarga.

"Karena itu, penggusuran dan konflik lahan berdampak pada pelanggaran hak-hak asasi perempuan," ujarnya.

2. Konflik tata ruang kerap disertai kekerasan berbasis gender

ilustrasi penggusuran (IDN Times/Nugroho Adi Purwoko)

Rainy mengungkapkan, konflik muncul karena perempuan tidak pernah dilibatkan dalam rencana awal pembangunan yang berdampak terhadap penghidupan, termasuk pembuatan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Komnas Perempuan bahkan mencatat, dalam beberapa kasus penggusuran, konflik lahan, dan tata ruang lainnya, perempuan jadi korban kekerasan fisik dan kekerasan seksual verbal. Pendamping warga dan jurnalis sebagai pembela HAM diancam dan diintimidasi.

"Konflik tata ruang hampir selalu disertai dengan kekerasan, termasuk kekerasan berbasis gender," kata dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya