TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Komnas Perempuan Sebut Draft RKUHP Sulit Diakses

Disebut bisa jadi sudah ada perubahan dari 2019

Ilustrasi RUU PKS. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan beranggapan bahwa draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sulit untuk dijangkau oleh masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani.

Dia mengatakan hingga akan disahkan pada Juli 2022 ini, dokumen draft RKUHP sulit untuk dilihat, yang ada dan bisa diakses saat ini hanya sampai pada draft 2019.

"Naskah akhir dari RKUHP ini tidak bisa diakses ya, jadi kita semua hanya bisa merujuk pada draft di tahun 2019 yang bisa jadi sudah banyak perkembangan-perkembangan lanjutan," kata dia dalam diskusi daring 'Respon RKUHP terhadap UU Tindak kekerasan seksual: Memaksimalkan Pemulihan Korban' yang dilihat dari Youtube Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Kamis (26/5/2022)

Baca Juga: ICJR: Aturan Pelecehan Seksual Fisik di RKUHP Harus Sesuai UU TPKS

1. Berharap DPR dan pemerintah mau beri akses

Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, dalam konferensi pers Amnesty International Indonesia secara daring Senin (13/12/2021). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Andy berharap ke depan, publik termasuk koalisi masyarakat sipil bisa mendapatkan akses draft RKUHP yang terbaru, karena menurutnya bisa jadi sudah ada perkembangan lanjutan, salah satunya soal penambahan jumlah pasal.

"Setelah ini kita bisa dapet akses yang lebih karena isu yang diangkat oleh teman-teman sesungguhnya itu tidak terbatas pada persoalan perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual fisik dan ekspresi seksual, tetapi juga perlintasan-perlintasan isu lain yang mungkin perlu menjadi perhatian kita bersama," ujarnya.

Baca Juga: Menko Mahfud: Pelaku Hubungan Sesama Jenis Bisa Dipidana di RKUHP

2. Bisa membuat adanya diskusi yang kembali dari awal

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam hal tersebut, kata dia bisa jadi akan ada diskusi yang paling sangat awal mengenai bagaimana membedakan antara persoalan kesusilaan dengan kekerasan seksual yang pernah terjadi selama pembahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

"Ini juga mengingat kembali bagaimana isu tentang relasi timpang di dalam perumusan undang-undang TPKS ini menjadi luar biasa gitu ya, polemiknya. Tetapi memang dia perlu untuk kita bedakan antara dengan mengganggu rasa susila masyarakat itu sendiri," ujarnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya