TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Komnas Perempuan Ungkap Sederet Derita Korban Tragedi Kanjuruhan

Mulai gangguan mental, ekonomi, hingga stigma di masyarakat

Suasana doa bersama untuk korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan bersama pemain dan warga pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Jakarta, IDN Times - Sudah setahun Tragedi Stadion Kanjuruhan terlewatkan. Meski putusan sidang telah ditetapkan, masih banyak korban dan keluarga korban belum mendapat haknya.

Komnas Perempuan telah menemui sejumlah komunitas keluarga korban Kanjuruhan, termasuk istri dan ibu korban pada Agustus 2023. Hal ini dilakukan guna memetakan kebutuhan penanganan pemulihan korban usai tragedi tersebut.

“Keluarga korban menyampaikan agar hukum ditegakkan seadil-adilnya, dan ada jaminan ketidak berulangan. Dalam hal penyelesaian yang juga menjadi bagian dari pemulihan mereka, keluarga korban minta dilibatkan untuk duduk bersama dengan berbagai pihak seperti dengan Presiden, PSSI, DPR, serta Manajemen Arema,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, dalam agenda Refleksi Satu Tahun Kanjuruhan, di Jakarta, Jumat (6/10/2023).

"Termasuk dalam hal renovasi stadion Kanjuruhan yang perlu dibuatkan memorialisasi untuk menghormati korban yang telah meninggal dunia," sambungnya.

Baca Juga: Setahun Kanjuruhan, KPAI: Korban Anak Masih Butuh Dukungan

1. Stigma janda istri korban dan ibu yang depresi

Agenda Refleksi Satu Tahun Kanjuruhan, di Jakarta, Jumat (6/10/2023) (Dok. KPAI)

Mariaa menjelaskan, keluarga korban mempertanyakan soal pemulihan yang luas untuk mereka, dan menjadikan peristiwa ini sebagai sejarah yang perlu diperingati.

Dalam pertemuan tersebut, Komnas Perempuan mendapatkan informasi perempuan keluarga korban sempat mengalami stigma janda. Hal itu mengakibatkan terjadinya pelecehan seksual secara verbal, seperti pernyataan diminta untuk menikah lagi serta melupakan mendiang suaminya dan  peristiwa tersebut.

Bukan hanya itu, seorang ibu korban bahkan mengalami terdampak stres hingga berkeinginan bunuh diri. 

“Untuk mencari keadilan, ia berkeliling dari Pasuruan ke Malang. Setiap teringat anak, ia berkendara motor mengelilingi Kota Malang,” kata Mariaa.

Baca Juga: Amnesty International Desak Semua Tersangka Kanjuruhan Diproses Hukum

2. Tragedi ini pengaruhi mental keluarga korban

Aksi keluarga korban Tragedi Kanjuruhan di gate 13 Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (03/06/2023). (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Komnas Perempuan mengatakan banyak orang tua korban yang kehilangan semangat hidupnya, seperti mencari nafkah dan bekerja, bahkan hanya untuk memasak. Akibatnya, kehidupan sehari-hari dan perekonomian keluarga mereka terganggu.

Para korban rata-rata mengalami masalah mental yang serius dan memerlukan bantuan psikis dan pemulihan lainnya. 

“Hal lainnya, Komnas Perempuan menemukan pendataan korban yang masih tumpang tindih yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal layanan, sehingga kurang terjangkau ke semua pihak,” kata Mariaa.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya