Korban Mei 1998, Tetap Bertahan Hidup 24 Tahun Tanpa Kepastian Hukum
IKOHI fasilitasi dan beri bantuan psikologis bagi korban
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Catatan kelam tragedi dan pemerkosaan Mei 1998 dikenal sebagai tragedi yang menyesakkan dada, sebagai kejahatan kemanusiaan atau kejahatan atas tubuh perempuan pada masa orde baru. Setiap Mei, korban tragedi terus berkutat dengan gelapnya kondisi hukum yang selama 24 tahun tak jelas ujungnya.
Dalam perjalanannya, selama 24 tahun, korban kekerasan Mei 1998 terus berjuang dan bertahan. Monumen tragedi Mei 1998 dengan rupa tangan berkain yang terjahit di Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta jadi pengingat peristiwa ini. Perwakilan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sri Hidayah mengatakan, bahwa monumen ini membuktikan luka itu ada.
"Ini sangat penting untuk pengingat pada masyarakat dan mengingatkan pada masyarakat bahwa ini terjadi sejarah yang sangat kelam di Indonesia, terjadi dan belum terselesaikan," kata dia dalam agenda Napak Tilas 24 tahun Tragedi Perkosaan Mei 98 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Selasa (24/5/2922).
Baca Juga: Kisah Relawan yang Cabut Namanya Dari Laporan TGPF Mei 1998
1. Mei 1998 bulan yang kelam, banyak korban anak-anak
Sri mengatakan bahwa Mei adalah bulan kelam. Korban Mei 1998 yang ada kata Sri di TPU Pondok Ranggon ada sekitar 113 nisan, namun di dalamnya ada lebih dari itu, yang dari berbagai anak-anak, suami dan istri. Mereka adalah korban kebakaran mal Klender 1998 atau kebakaran Jogja Plaza 1998.
"Setiap batu nisan banyak sekali kerangka-kerangka dari anak-anak, ya suami korban kebakaran waktu itu," ujarnya.
Baca Juga: Kelamnya Pemerkosaan di Glodok 1998 yang Menimpa Perempuan Tionghoa