TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KPAI Ungkap 4 Faktor Anak Mudah Direkrut Jadi Teroris

Anak punya masalah dan sikap intoleransi

Ilustrasi PTM (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Jakarta, IDN Times - Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengungkapkan kekhawatirannya pada rekrutmen teroris di tingkat sekolah seperti bagi anak remaja yang duduk di bangku SMA atau SMK. Dia mengatakan rekrutmen yang melibatkan anak pada terorisme sudah acap kali dilakukan.

“Dari beberapa kasus yang terjadi selama ini, yang disasar umumnya anak-anak yang memiliki masalah, misalnya kesulitan ekonomi, kesulitan belajar, kurang perhatian orangtua, ada masalah dengan keluarga, dan lainnya. Sementara secara pemahaman agama bisa jadi terbatas. Perekrut biasanya masuk melalui alumni, guru, dan lain-lain,” kata dia, dilansir Jumat (1/4/2022).

Baca Juga: BNPT Minta Masyarakat Waspada pada Gerakan Negara Islam Indonesia 

1. Empat faktor anak sekolah terpengaruh terorisme

Ilustrasi teroris. IDN Times/Mardya Shakti

Dia menjelaskan faktor anak mudah dipengaruhi teroris, mulai dari pembelajaran di kelas yang tak terbuka pada pendapat dan cara pandang beragam sehingga ada kecenderungan untuk penyeragaman ajaran secara general dan tak didesain menghargai perbedaan.

Kedua anak dan guru terjebak pada intoleransi pasif, maksud Retno adalah perasaan dan sikap tak menghargai akan perbedaan suku, agama, ras, kelas sosial, pandangan keagamaan hingga politik walau berujung tindak kekerasan. 

Ketiga adalah sikap siswa yang terbuka pada praktik intoleransi dari tenaga pendidik saat membawa pandangan pribadi ke kelas. Keempat adalah masuknya bibit radikalisme yang tak diperhatikan secara ketat. Mulai dari materi di luar sekolah, penceramah, pendamping kajian agama dan lainnya. Hal ini bisa terselubung di antara para alumni dengan iming-iming rasa percaya dari sekolah.

"Seharusnya para alumni dan pemateri yang diambil dari luar sekolah harus melalui  screening oleh pembina atau guru agama dan kepala sekolah,” ujar Retno

2. Sikap intoleran bisa setujui kekerasan atas nama agama

Narapidana terorisme mencium bendera Merah Putih saat ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di LP Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (9/11/2021). (ANTARA FOTO/HO-Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.)

Retno mengatakan sikap dan perilaku intoleran di kalangan anak bisa dipengaruhi dan menjurus pada persetujuan kekerasan atas nama agama. 

Satuan pendidikan perlu menanamkan karakter toleran dan anti kekerasan pada anak. Hal ini termasuk juga di pendidikan keluarga, bukan hanya di sekolah. Peran guru dan sekolah jadi penting bangun karakter toleran pada anak. 

Baca Juga: BNPT Minta MUI Pusat Keluarkan Fatwa Haram Negara Islam Indonesia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya