TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

MA Larang Nikah Beda Agama, Komnas Perempuan: Diskriminatif!

Perempuan alami stigma lebih karena nikah beda agama

Ilustrasi Pernikahan (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan meminta kepada Mahkamah Agung untuk segera mencabut SEMA No. 2 Tahun 2023. Hal ini, dianggap sebagai kebijakan diskriminatif. Mahkamah Agung (MA) melarang semua pengadilan untuk mengabulkan pencatatan pernikahan berbeda agama dan keyakinan.

Komnas Perempuan mengatakan, Indonesia adalah negara kesatuan memiliki keragaman suku bangsa, budaya, tradisi, termasuk agama, yang dilambangkan melalui Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

“SEMA ini merupakan bentuk pengingkaran dan pengabaian lembaga negara pada pelaksanaan kewajiban konstitusional dan hak hukum warga negara, serta bentuk diskriminasi lembaga negara dalam bidang perkawinan,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Dewi Kanti dalam keterangannya Jumat (28/7/2023).

Baca Juga: Wapres Ma'ruf Minta MA Buat Aturan Status Anak Hasil Nikah Beda Agama

1. Perempuan alami stigma lebih karena nikah beda agama

Selain itu, Dewi juga menjelaskan, perempuan alami stigma lebih dibandingkan laki-laki ketika memilih melakukan pernikahan beda agama. Pengaduan yang masuk menunjukkan, perempuan yang menikah beda agama dianggap melakukan zina dan sebagai anak diusir dari rumahnya.

Selain itu, perempuan rentan mengalami kekerasan dari keluarga, seperti memisahkan paksa perempuan dari pasangannya atau suami dan anak-anaknya, kekerasan psikis dan ekonomi. Hal serupa dialami oleh perempuan penghayat yang menikah beda agama, karena tidak dicatatkan dapat menimbulkan berbagai dampak sosial terhadap anak-anak yang dilahirkan, termasuk kerentanan perempuan menjadi korban KDRT ketika perkawinannya tidak tercatat.

2. Beleid pengakuan nikah beda agama

Ilustrasi kartu nikah.ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Komnas Perempuan mencatat, perkawinan warga negara yang berbeda agama telah mendapatkan pengakuan. Hal itu termuat pada pasal 35 UU No.23 tahun 2006 jo UU Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, dengan penjelasan pasal yang menyatakan yang dimaksud dengan ”Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan” adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.

Ketua Gugus Kerja Perempuan dan Kebhinekaan Komnas Perempuan, Imam Nahei mengungkapkan, aturan untuk tak kabulkan permohonan pencatatan perkawinan umat beragama adalah pengingkaran asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Sebagaimana telah diatur pada pasal 4 UU Nomor 48 Tahun 2009.

Baca Juga: MA Larang Pernikahan Beda Agama, Setara Institute: Pelanggaran HAM!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya