Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan bahwa Menko Polhukam Mahfud MD perlu mendalami keterlibatan Jenderal untuk meloloskan buronan kelas kakap Djoko Tjandra.
Mahfud disarankan untuk segera mendalami pengakuan Mabes Polri yang mengatakan bahwa Brigjen Prasetijo Utomo ternyata mendampingi Djoko Tjandra dalam perjalanan ke Pontianak, Kalimantan Barat. Bagi IPW pengakuan Mabes Polri ini tidak mengagetkan sama sekali.
"Jauh hari sebelumnya, IPW sudah mendapat foto Brigjen Prasetijo mendampingi buronan kakap Djoko Tjandra ke Pontianak dan IPW juga mendapat foto copy dokumen perjalanan mereka," kata Neta dalam keterangannya, Selasa (21/7/2020).
Baca Juga: Pak Mahfud MD, Tim Pemburu Koruptor dari Dulu Kerjanya Slow-slow Aja
1. Sejumlah pertanyaan IPW soal keterlibatan Brigjen Prasetijo loloskan Djoko Tjandra
Dugaan swafoto Anita Kolopaking dan Brigjen Pol Prasetyo Utomo (Twitter.com/xdigeeembok) Walaupun pihak Mabes Polri sudah buka suara terkait perjalanan Prasetijo dan Djoko Tjandra, Neta mengatakan Mahfud harus mendalami fakta itu.
Publik harus tahu dalam rangka apa Brigjen Prasetijo melakukan perjalanan dengan seorang buronan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan lainnya.
"Benarkah Brigjen Prasetijo mengawal Djoko Tjandra agar tidak diganggu siapapun selama perjalanan ke Kalimantan Barat. Apakah pengawalan sang jenderal ini murni gratis dan tidak ada gratifikasi di baliknya? Mungkinkah pengawalan itu inisiatif pribadi atau ada jenderal yang lebih tinggi yang memerintahkan Brigjen Prasetijo mengawal Djoko Tjandra?" kata Neta
2. Mempertanyakan kenapa Polda Kalimatan Barat tidak tahu kedatangan Djoko Tjandra
Surat Jalan Djoko Tjandra (Dok. MAKI) Menurut Neta jika pengawalan yang diberikan Brigjen Prasetijo adalah inisiatif sendiri, maka ketika rombongan tiba di Bandara Pontianak harusnya Kapolda Kalbar bisa menghalau kedatangan sang buron. Pasalnya ini akan memunculkan pertanyaan baru, yakni terkait fungsi intelijen Kalimantan Barat.
"Jika Kapolda Kalbar tidak tahu bahwa Djoko Tjandra muncul di wilayah tugasnya, ini akan lebih aneh lagi. Sebab akan menjadi pertanyaan, kenapa Kapolda Kalbar tidak tahu, ada apa dengan cara kerja intelijen di Polda Kalimantan Barat sehingga mereka tidak bisa mendeteksi kemunculan seorang buronan kakap di wilayah tugasnya," kata Neta
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
3. Tim Pemburu Koruptor dinilai tidak bermanfaat karena kinerja masa lalu yang lambat
Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) didampingi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) menyampikan keterangan kepada wartawan terkait ekstradisi buronan pelaku pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7/2020) (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra) Dia juga mengatakan bahwa negara tidak perlu repot membentuk Tim Pemburu Koruptor. Menurut dia Mahfud cukup mengawasi secara agresif setiap lembaga penegak hukum dan instansi di bawah koordinasinya supaya bisa lebih serius memberantas korupsi, terlebih untuk menangkap Djoko Tjandra serta pejabat negara yang memberi "karpet merah" pada buronan kelas kakap.
IPW menilai, pembentukan Tim Pemburu Koruptor dari rezim ke rezim tidak ada gunanya Bagi Neta, kerja Tim Pemburu Koruptor terbilang lambat, sebab saat ini masih ada 39 koruptor buronan yang berada di luar negeri
Melihat itu, Neta menyarankan agar lebih baik Mahfud busa mendorong percepatan penangkapan Djoko Tjandra dan mengawasi secara agresif kinerja lembaga di bawah koordinasinya.
"Ini lebih bermanfaat ketimbang Mahfud berhalusinasi dengan pembentukan Tim Pemburu Koruptor, yang bisa tumpang tindih dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK," ujar dia.
Baca Juga: Adik Djoko Tjandra Sempat Temui Jokowi di PNG, Ini Kata Mahfud MD