TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menteri PPPA: Pandemik Buat Kemunduran Upaya Penghapusan Kekerasan 

Upaya kesetaraan pemberdayaan perempuan juga ikut mundur

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati dalam Diskusi Publik “Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemi Covid -19 di Indonesia Timur” Kamis (9/12/2021). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyoroti upaya penghapusan kekerasan perempuan terutama di Indonesia Timur. Meski perlindungan terhadap seluruh warga sudah termaktub dalam UU 1945 menurutnya hal ini belum bisa tercapai secara keseluruhan, apalagi di masa pandemik COVID-19.

"Di masa pandemik ini, situasi makin sulit, pandemik covid-19 menyebabkan kemunduran yang serius dalam upaya menuju kesetaraan pemberdayaan perempuan dan penghapusan kekerasan berbasis gender," kata dia dalam Diskusi Publik “Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia Timur” pada Kamis (9/12/2021).

Baca Juga: Dear Perempuan, Kenali Fakta-fakta Tentang KDRT Agar Lebih Waspada

1. SIMFONI PPA catat 8.803 kasus perempuan

GERAK Perempuan lakukan aksi di Monas untuk memeringati hari International Women’s Day, di halaman Monas, Minggu (8/3) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Budaya patriarki kata dia menjadi sumber penempatan posisi perempuan yang rentan. Data dari SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) hingga 2 Desember 2021, ada 8.803 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan. 

Sebanyak 43 persen adalah kekerasan fisik, 23 persen kekerasan psikis dan 13 persennya adalah kekerasan seksual. Di luar itu, sebanyak 74,6 persennya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

 

2. Pandemik tingkatkan risiko kekerasan berbasis gender online

Ilustrasi kekerasan pada perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Pandemik, kata dia, juga membuat perempuan dihadapkan dengan berbagai isu sosial baru yang meningkatkan risiko kekerasan berbasis gender online imbas diterapkannya normal baru.

Resesi ekonomi yang dialami negara dunia dan Indonesia membuat modus-modus kejahatan bagi perempuan semakin beragam apalagi pada wilayah Indonesia Timur yang menjadi kantong pekerja imigran, hal ini perlu diwaspadai. Salah satunya adalah perdagangan orang.

Bintang mengatakan kekerasan terhadap perempuan ini dapat diibaratkan sebagai fenomena gunung es, di mana permasalahan sesungguhnaya lebih pelik. dibandingkan dengan yang terlihat

Baca Juga: Komnas Perempuan: Banyak Kekerasan Terjadi Selama Pacaran 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya