TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tragedi Kanjuruhan dan Kekerasan, Tanda Polri Harus Reformasi Diri

Kepanikan muncul karena gas air mata

Sejumlah penonton membawa rekannya yang pingsan akibat sesak nafas terkena gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan dalam kericuhan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam. (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Jakarta, IDN Times - Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Daniel Alexander Siagian, mengatakan perlu ada reformasi polisi. Seruan ini buntut tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang pada Sabtu (1/10/2022).

Reformasi yang ada di tubuh Bhayangkara itu, kata dia, berguna untuk memutus tindakan represif polisi kepada masyarakat. Bahkan hingga saat ini, masih ditemukan kekerasan yang terlegitimasi.

"Kita menegaskan, pertama pentingnya reformasi Polri ini sebagai salah satu upaya untuk memutus belenggu kekerasan, bahwa di tubuh aparat keamanan kita masih terjadi yang namanya bentuk-bentuk kekerasan yang sampai hari ini justru semakin terlegitimasi melalui insiden Kanjuruhan ini," kata dia, dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan bersama dengan Korda Aremania secara daring, Rabu (5/10/2022).

Baca Juga: Andika: 4 dari 5 Anggota TNI Akui Aniaya Aremania di Kanjuruhan

1. Kepanikan muncul karena gas air mata

(IDN Times/Aditya Pratama)

Penggunaan gas air mata, dari keterangan saksi yang ada di lapangan maupun di tribune, kata dia, menjadi salah satu penyebab kerusuhan atau kepanikan suporter. Alhasil, para suporter berebut keluar dari stadion. 

“Kita menduga gas air mata menjadi pemicu terjadinya tumpukan penonton yang ingin keluar mengingat aksesnya sangat sedikit,” ujar Daniel.

2. Disparitas data pengaruhi upaya pemberian hak korban

Suasana doa bersama untuk korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan bersama pemain dan warga pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Selain itu, pihaknya juga sedang menelusuri sejumlah video-video untuk proses pencarian dan penelusuran korban lainnya. Daniel juga mengakui disparitas data korban meninggal dunia.

"Dari Aremania menyampaikan 200 lebih, yang dari Dinkes Kabupaten Malang 131, yang dari kepolisian ada 127 kalau gak salah, dan dari beberapa (sumber) ini ada 100 sekian," kata Daniel.

Dia mengatakan, data yang tidak akurat ini bisa berdampak pada upaya tanggung jawab dari pihak terkait pada korban meninggal, luka, atau yang sedang rawat jalan.

Baca Juga: Jokowi Berangkat ke Malang Beri Santunan Keluarga Korban Kanjuruhan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya