Sempat Menjadi Polemik, KPK Tetap Lantik 14 Pejabat Struktural
Belasan pejabat itu dirotasi tanpa ada dasar aturan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi merotasi 14 pejabat struktural pada Jumat (24/8). Ke-14 pejabat tersebut terbagi atas 5 pejabat setingkat eselon II dan 9 pejabat setingkat eselon III.
Pelantikan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, dan dipimpin oleh Ketua KPK Agus Rahardjo.
"Saya dengan ini secara resmi melantik saudara-saudara dalam jabatan yang baru di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia. Saya percaya bahwa saudara-saudari sekalian akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan," kata Agus.
Proses rotasi ini sempat menuai protes dari serikat pekerja atau Wadah Pegawai KPK, karena dilakukan tanpa ada dasar aturan yang jelas. Hal itu pun diakui oleh Agus sendiri. Lalu, mengapa proses rotasi tetap dilakukan tanpa dibuat aturannya lebih dulu?
Sebab, tanpa ada aturan yang menjadi dasar rotasi seorang individu dari satu posisi ke tempat lain bisa berdampak kepada upaya pemberantasan korupsi tidak akan berjalan optimal.
Baca Juga: Wadah Pegawai Protes Proses Mutasi dan Rotasi di KPK
1. Pimpinan KPK mengakui rotasi dilakukan tanpa ada dasar aturan
Saat pertama kali kabar rotasi 15 pejabat KPK tersebut mencuat, muncul tanda tanya besar, baik dari masyarakat mau pun dari internal KPK sendiri. Sebab, rotasi dinilai tidak memiliki dasar aturan yang jelas sehingga menjadi tidak transparan.
Sebagai respons atas pertanyaan besar tersebut, pimpinan KPK akhirnya mengeluarkan Keputusan Pimpinan terkait hal rotasi.
"Habis ini, kami segera selesaikan aturannya karena aturannya memang belum tersedia, kami menunggunya sudah lama," ujar Agus kepada media.
Dalam pandangan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, aturan yang dibuat oleh pimpinan KPK itu terburu-buru. Kalau pun ada aturan yang dibuat, itu pun hanya sebatas "surat keputusan pimpinan" dan bukan "peraturan komisi".
"Padahal, segala sesuatu di KPK itu diatur oleh peraturan komisi, bukan keputusan pimpinan KPK," kata Adnan ketika dihubungi IDN Times pada Kamis (23/8).
Ia menjelaskan peraturan komisi baru bisa dikeluarkan dengan mengajak elemen lain, salah satunya biro SDM.
"Sekarang, yang menjadi tanda tanya, dalam proses rotasi itu, kenapa biro SDM justru gak dilibatkan?," tuturnya lagi.
Baca Juga: Minta Urusan Internal Tak Dicampuri, KPK Anti Terhadap Kritik?