TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jakarta, Jabar dan Banten Jadi Daerah Kerukunan Umat Beragama Terendah

Kemenag merilis hasil indeks KUB 2019

Ilustrasi - Forum Kerukunan Umat Beragama (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Agama (Kemenag) merilis indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) selama 2019. Hasilnya, nilai rata-rata nasional dari 1 sampai 100 berada di angka 73,83.

Sebagai provinsi yang berada di pulau Jawa, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten masuk delapan besar nilai KUB terendah dari 34 provinsi.

Survei yang dilakukan pada 16 Mei-19 Mei 2019 dan 18-24 Juni 2019 ini melibatkan 13.600 responden dari 136 kabupaten dan kota yang tersebar di 34 provinsi. Sebanyak 36 peneliti mengolah data hasil survei ini.

Metode survei menggunakan penarikan sampel secara acak berjenjang, dengan rata-rata margin of error atau tingkat kesalahan kurang lebih 4,8 persen, dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Adapun tiga hal yang menjadi poin utama penilaian adalah toleransi, kesetaraan, dan kerja sama di antara umat beragama.

1. Tiga poin penilaian indeks yakni kerja sama, toleransi, dan kesetaraan

ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Survei KUB ini dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan, pada Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan (Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat) Kemenag.

"Indeks ini menarik beberapa rumusan. (Di antaranya) kerukunan umat beragama adalah keadaan atau kondisi kehidupan umat beragama yang berinteraksi secara harmonis, toleran, damai, saling menghargai, dan menghormati perbedaan agama dan kebebasan menjalankan beribadah masing-masing," kata Menag Fachrul Razi, di kantor Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (11/12).

Baca Juga: Setara Institute: Sukmawati Tidak Lakukan Penistaan Agama

2. Sebanyak 73,83 persen adalah angka yang tinggi, eksklusifitas jadi ancaman kemerosotan

KemenagRI

Fahrul menjelaskan, angka 73,83 persen yang diklaim cukup tinggi ini bisa saja merosot pada tahun depan, bila melihat adanya gerakan-gerakan eksklusifitas dalam beragama.

"Tadi ada beberapa catatan saya yang perlu diingatkan, belakangan ini kan banyak muncul zona-zona halal, pojok halal, zona syariah, dan sebagainya itu, kalau gak hati-hati bisa kelihatan agak eksklusif. Hingga saya sarankan kepada pengusaha yang buat zona halal atau pojok halal, tolong ditambah kata-kata, misalnya halal bagi Muslim tapi pasti oke juga bagi semua. Sehingga gak kelihatan ekslusif," kata Menag usai acara.

3. Guru besar UIN Jakarta: kebijakan pemerintah bisa turunkan indeks KUB

Presiden Jokowi memberikan keterang pers di SMKN 57, Jakarta Selatan, Senin 9 Desember 2019 (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Menanggapi hasil survei tersebut, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta) yang juga cendekiawan muslim, Profesor Azyumardi Azra mengatakan, indeks KUB ini bukan hanya antar agama berbeda. Tapi berbicara umat beragama secara keseluruhan. Artinya, sesama agama Islam, sesama agama Kristen dan seterusnya.

Bahkan, Azra menyebutkan, potensi turunnya KUB bisa terjadi karena kebijakan pemerintah yang kontroversial.

"Kerukunan umat beragama tidak hanya antar agama seperti indeks KUB, tapi juga intra umat beragama yang sering tidak rukun, juga KUB dengan pemerintah yang sekarang cenderung menciptakan ketidakrukunan dengan kebijakan seperti registrasi majelis taklim, SKB 11 Menteri, sertifikasi penceramah, dan lain-lain," tutur dia.

4. Setara Institute mengungkap, Jawa Barat daerah paling intoleran beragama, dan motif politik jadi faktor utama

IDN Times/Fitang Adhitia

Tak hanya Kementerian Agama, Setara Institute pada Oktober lalu juga mengungkapkan hasil riset intoleransi yang dilakukan selama 12 tahun terakhir. Hasilnya, tingkat intoleransi tertinggi di antara 34 provinsi berada di Provinsi Jawa Barat.

Jawa Barat paling banyak, dengan total 629 peristiwa intoleransi, DKI Jakarta ada 291 kasus, Jawa Timur 270 kasus. Sedangkan, Jawa Tengah 158 kasus, Aceh 121 kasus, Sulawesi Selatan 112 kasus, Sumatera Utara 106 kejadian, Sumatera Barat 104 peristiwa, Banten 90 kasus, dan Nusa Tenggara Barat 76 kasus.

Dari data itu, jika waktunya dipersempit selama lima tahun terakhir, Jawa Barat masih menduduki angka peristiwa tertinggi dengan 162 peristiwa. Ada berbagai faktor yang membuat tingkat intoleransi di Jabar tinggi, di antaranya faktor politik.

Selain itu ada aktor lokal yang terus-menerus melakukan persekusi terhadap minoritas, contohnya Gerakan Reformasi Islam (Garis) yang pernah membiayai sukarelawan untuk berangkat Syiria bergabung bersama ISIS atau gerakan penolakan pembangunan gereja di Bekasi dan Yasmin, Bogor.

Karena itu, Setara Institute mendesak pemerintah agar melakukan pendekatan pada daerah-daerah, untuk menekan pelanggaran kebebasan beragama.

Baca Juga: Setara Institute: Jabar dan Jakarta Tingkat Intoleransi Tertinggi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya