Kisah Perjuangan Putri DI Pandjaitan Melawan Trauma Peristiwa G 30 S
Chaterine Pandjaitan harus maafkan pembunuh ayahnya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Setelah 55 tahun berlalu, peristiwa G 30 S masih menyisakan kisah kelam. Trauma berkepanjangan dialami, khususnya mereka yang menjadi keluarga korban.
Bagi putri sulung Mayjen D.I Pandjaitan, Chaterine Pandjaitan, trauma itu sudah berlalu. Tapi itu bukan tanpa perjuangan berat. Bertahun-tahun bergumul dan berjuang melepas trauma dari peristiwa yang menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia itu.
Bagaimana kesaksian sejarah G30SPKI dan perjuangannya melawan trauma itu?
Baca Juga: Ada 8 Jenderal yang Harusnya Diculik Saat G30S/PKI, Sukendro Selamat
1. Chaterine melihat sang ayah meninggal dunia di depan mata
Peristiwa malam 30 September hingga dini hari 1 September 1965 menjadi kisah yang tak akan dilupakan Chaterine. Sosok yang kala itu berusia 18 tahun itu, melihat sang ayah tersungkur akibat peluru tajam di hadapannya.
Masa-masa berat Chaterine dalam kehidupannya pascaperistiwa G 30 S adalah menghilangkan rasa kesal, marah, dan takut bercampur menjadi satu. Hari-harinya dilalui untuk belajar dan berjuang melawan trauma ia hadapi.
Baca Juga: Nobar G 30S PKI oleh Timses Prabowo Mayoritas Diikuti Anak-anak