TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cuti Melahirkan 6 Bulan dan Pasal Multitafsir RUU KIA Jadi Sorotan DPR

Banyak pasal multitafsir dalam RUU KIA

Ilustrasi Ibu dan Anak. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Komisi VIII DPR RI menyoroti sejumlah poin Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).

Dalam rapat panja Komisi VIII DPR bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sejumlah poin jadi sorotan.

Di antara poin yang jadi sorotan yakni aturan cuti enam bulan bagi perempuan untuk melahirkan, yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) poin a, serta multitafsir norma mengasuh anak dengan baik dan benar yang tertera dalam Pasal 10.

Baca Juga: Anggota DPR Usul RUU KIA Atur Perempuan Menikah Sebelum 35 Tahun 

1. Perempuan berhak cuti enam bulan untuk menyusui

ilustrasi ibu hamil (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam RUU KIA Pasal 4 ayat (2) poin a, perempuan berhak mendapatkan cuti melahirkan selama enam bulan. Wakil Ketua Komisi VIII Diah Pitaloka menyebut perlu ada penjelasan alasan RUU KIA mengatur cuti nam bulan untuk perempuan melahirkan.

“Saya ingin tanyakan satu saja yang cukup penting untuk mendukung RUU ini, korelasinya apa dengan ASI eksklusif 6 bulan itu karena itu logika yang dipakai untuk mengatur pasal cuti 6 bulan bagi perempuan melahirkan,” kata Diah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/1/2023).

“Apa pentingnya masa enam bulan itu bagi tumbuh kembang anak? Kira-kira konsekuensinya apa kalau itu tidak terpenuhi?” tanya Diah.

Dalam hal ini, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menjelaskan bahwa cuti enam bulan diperlukan untuk memberikan masa istirahat bagi ibu selepas persalinan. Dengan istirahat yang cukup, ibu bisa memberikan ASI berkualitas selama enam bulan kepada bayi.

Hasto mengatakan pemberian ASI ekslusif selama enam bulan cukup membantu tumbuh kembang bayi. “Masa enam bulan pertama bagi bayi ini juga golden time,” sambung dia.

Baca Juga: Pemerintah Serahkan DIM RUU KIA ke DPR, Ada 8 Bab dan 41 Ayat

2. Soroti pemidanaan dalam RUU KIA

Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Dwifantya Aquina)

Wakil pimpinan Komisi VIII lainnya, Marwan Dasopang, menyoroti bentuk RUU KIA yang bersifat integratif dari sejumlah aturan soal ibu anak. RUU KIA disebut belum memiliki aturan yang mengikat di ranah pidana, sehingga masih menggunakan penafsiran hukum bersifat umum (lex generalis).

“Misalnya dalam ketidakmampuan kita memberikan pendidikan, karena anak-anak tadi kan umur 18 hamil di luar nikah, dan belum saatnya untuk hamil. Apakah nanti unit yang tidak bisa menjangkau ini apakah bisa diberikan peringatan atau malah dipidana,” kata Marwan.

Dia mengatakan RUU KIA lebih mengarah pada aturan hukum umum ketimbang bersifat khusus (lex specialis) yang bisa mengatur pidana. Menurutnya perlu ada kajian lebih lanjut mengenai ketetapan asa hukum dari RUU KIA.

“Saya membaca undang-undang ini memang belum mengarah pada lex specialis. Karena memang kalau terkait pidana sudah diatur KUHP,” kata Marwan.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya