TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ilmuwan Asal Jember Masuk Daftar Paling Berpengaruh Versi Stanford

Sensor kimia yang diciptakan bisa mendeteksi kualitas makanan

Prof. Bambang Kuswandi masuk daftar ilmuan berpengaruh. IDN Times/Istimewa

Jember, IDN Times - Stanford University Amerika Serikat mengeluarkan daftar nama ilmuwan di dunia yang paling berpengaruh. Dari total 159.648 daftar nama ilmuwan berpengaruh, terdapat 58 asal Indonesia. Satu di antaranya berasal dari Universitas Jember, Prof. Bambang Kuswandi.

Stanford University memberikan penilaian berdasarkan publikasi karya tulis ilmiah yang sudah di jurnal tingkat dunia. Khusus di Indonesia, Bambang masuk dalam urutan ketiga terbaik.

"Ini menjadi penyemangat bagi saya untuk lebih giat meneliti, dan bersyukur jika ternyata hasil penelitian saya dijadikan rujukan oleh peneliti lain,” ujar Bambang Kuswandi Kamis (28/10/2021).

1. Peneliti sensor kimia

Prof. Bambang Kuswandi masuk daftar ilmuwan berpengaruh. IDN Times/Istimewa

Bambang mengatakan, secara berkala Stanford University memang membuat peringkat ilmuwan yang dinilai memiliki pengaruh di dunia melalui publikasi ilmiah Data for Updated Science-Wide Author Databases of Standarized Citation Indicators.

"Jadi makin banyak peneliti yang merujuk kepada penelitian kita, maka artinya penelitian yang kita lakukan dinilai memberikan dampak luas bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi," terangnya.

Bambang dikenal sebagai peniliti yang fokus pada pengembangan sistem sensor kimia dan biologi untuk obat, pangan dan kesehatan.

Menurit dia, sudah ada 70 karya tulis ilmiah mengenai sensor kimia dan biologi yang ia tulis san dimuat di berbagai jurnal ilmiah internasional.

Bambang sendiri mulai meneliti sensor kimia dan biologi sejak menempuh kuliah pascasarjana di University of Manchester Institute of Science and Technology (UMIST) di Inggris tahun 1997. Menjadikan kajian tersebut sebagai tema tesis dan desertasinya.

Baca Juga: Dosen Unusa Masuk Jajaran Ilmuwan Top Dunia, Siapa?

2. Bikin sensor makanan tak selalu perlu laboratorium besar

ilustrasi daging siap olah (instagram.com/js_tokodaging)

Bambang menilai sensor kimia dan biologi tidak selalu memerlukan standar laboratorium yang canggih, namun dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Salah satu contoh sensor kimia yang dkembangkan antara lain sensor untuk mengetahui kesegaran ikan atau produk berbasis ikan seperti fillet ikan.

Lewat sensor tersebut, konsumen bisa mengetahui dengan gampang apakah produk yang dibelinya masih segar atau sudah tidak layak konsumsi.

“Jadi sensor tersebut bisa ditempel di kemasan produk berbasis ikan atau bahkan daging lainnya. Jika sensor menunjukkan warna hijau maka masih segar, muncul warna merah berarti sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Ada juga sensor kimia untuk mengetahui apakah ada kandungan alkohol dalam sebuah produk makanan,” ujarnya.

Baca Juga: Peneliti CIPS: Pemerintah Jangan Anti Impor Jagung

Verified Writer

Mohamad Ulil Albab

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya