TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kesulitan Dapat Pupuk Subsidi, Petani Jagung di Jember Merugi

Petani terpaksa membeli pupuk nonsubsidi

Petani di Jember sedang menjemur jagung hasil panennya. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Jember, IDN Times - Pembatasan jatah pupuk subsidi dari pemerintah sangat dirasakan petani saat panen raya. Saat ini, sebagian besar petani di Kabupaten Jember melakukan panen raya jagung sejak Desember 2020. Para petani merasakan penurunan hasil panen, serangan hama ulat maupun tikus akibat terlambat memberi pupuk. Alhasil harga jual panen mereka juga relatif lebih murah.

1. Kalah dengan rumput, serangan ulat hingga tikus 

Petani di Jember sedang menjemur jagung hasil panennya. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Ahmad Dowi (45), petani asal Desa Seruni, Kecamatan Jenggawah, Jember merasakan dampak dari kelangkaan pupuk subsidi. Keterlambatan memberi pupuk berdampak pada hasil panen jagungnya.

"Jagung saya terlambat diberi pupuk karena saya waktu itu menunggu dan mencari pupuk subsidi tidak dapat. Ya, hasilnya terpaksa beli pupuk nonsubsidi saat rumput di antara tanaman jagung sudah tinggi. Akhirnya banyak terserang ulat, pertumbuhan jagung tidak maksimal dan saat berbuah diserang tikus," kata Dowi saat ditemui di rumahnya, Senin (14/12/2020).

Baca Juga: Jelang Panen Blewah Kehujanan, Petani Jombang Rugi hingga Rp10 Juta

2. Hasil panen menurun 

Tanaman jagung yang sudah mengering dan siap dipanen di kawasan Jenggawah Jember. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Tidak hanya Dowi, sebagian besar petani di desa tersebut juga terlambat memberi pupuk pada tanaman jagungnya. Ada pula yang terpaksa tidak melanjutkan pemupukan hingga gagal panen. Sebab, kata Dowi, kelangkaan pupuk subsidi terjadi saat masa tanam jagung pada September-Oktober.

"Sampai sekarang pun juga sulit. Ada juga yang dapat pupuk subsidi, tapi banyak pula yang tidak dapat, terutama yang tidak tergabung di kelompok tani," katanya.

Dowi melanjutkan, bila pada 2019 hasil panen jagung miliknya bisa mencapai 2 ton di lahan seluas seperdelapan hektare, saat ini dia hanya mendapatkan 17 kuintal atau 1,7 ton.

"Sekarang dapatnya hanya 17 kuintal, ya Alhamdulillah masih bisa panen. Punya teman-teman banyak yang jauh di bawah saya kalau dibandingkan," kata Dowi.

3. Terpaksa beli pupuk nonsubsidi

Petani di Jember sedang menjemur jagung hasil panennya. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Dowi sendiri juga mengeluhkan mahalnya pupuk nonsubsidi yang mencapai Rp290 ribu per 50 kilogram. Sementara harga pupuk subsidi hanya Rp90 ribu per 50 kilogram.

"Ya harganya memang selisih jauh. Kemarin ada juga kelompok tani yang tidak dapat jatah pupuk subsidi. Katanya yang mendapat itu dia yang tergabung di kelompok tani, punya lahan sawah. Nah kalau yang menyewa gimana," keluh Dowi.

Kendati demikian, Dowi merasakan perbedaan kualitas dari pupuk subsidi dan nonsubsidi. Bila sebelumnya pada 2019 Dowi memberikan takaran 1 kuintal pupuk di lahannya, kali ini dia hanya memberi pupuk tanaman jagungnya sebanyak 65 kilogram.

"Saya mampunya beli 65 kilogram dan ternyata cukup bagus di tanaman meski hanya sedikit. Kalau sebelumnya paling tidak saya kasih 1 kuintal pupuk subsidi. Ya meskipun tanaman jagung jenis yang paling kuat diberi pupuk berapa pun takarannya, asalkan cara pemupukan benar, semakin banyak semakin bagus," katanya.

Baca Juga: Petani di Tulungagung Gelar Kenduri Buka Sawah Jelang Musim Tanam

Verified Writer

Mohamad Ulil Albab

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya