TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Draf RKUHP: Hakim Tidak Boleh Langsung Vonis Hukuman Mati

Hakim harus beri hukuman percobaan 10 tahun

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir saat menerima naskah RUU KUHP dan RUU Permasyarakatan dari Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej di Ruang Rapat Komisi III, Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022). (dpr.go.id/Prima)

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengatakan pemerintah bersama DPR dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), sepakat hakim tidak boleh langsung memvonis hukuman mati. Hal itu dilakukan atas nama hak asasi manusia.

"Perkembangan sangat berarti bagi HAM yaitu pidana mati, jadi dengan diberlakukan KUHP baru, pidana mati selalu dijatuhkan secara alternatif dengan percobaan, artinya hakim tak bisa langsung memutuskan pidana mati, tapi pidana mati itu dengan percobaan 10 tahun," ujar Eddy di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (28/11/2022).

"Jika dengan jangka waktu 10 tahun terpidana berkelakuan baik, maka pidana mati diubah pidana seumur hidup, atau pidana 20 tahun," sambungnya.

Baca Juga: Pimpinan DPR Ungkap Alasan RKUHP Batal Disahkan Pekan Ini

1. Pasal pencemaran nama baik dihapus di RKUHP

Wamenkumham Edward Komar Syarif Hiariez (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Dalam kesempatan itu, Eddy juga menyebut pasal pencemaran nama baik, dan penghinaan di dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Transaksi Elektronik akan dihapus melalui RKUHP.

"Hal yang penting diketahui, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum itu dihapuskan, itu kemudian kami tambahkan ada pasal 240 RKUHP terkait penghinaan terhadap pemerintah, yang itu juga sangat dibatasi, bahwa pemerintah di sini adalah lembaga kepresidenan. Sementara, penghinaan terhadap lembaga negara itu, terbatas legislatif yaitu DPR MPR DPD, sementara terhadap yudikatif hanya dibatasi untuk MA dan MK, dan itu delik aduan," kata dia.

Baca Juga: Wamenkumham: Pasal Pencemaran Nama Baik Dihapus dari RKUHP

2. DPR minta ada pasal yang bisa jadi pedoman hukum yang hidup di dalam masyarakat

Suasana Kompleks Parlemen Senayan di Jakarta, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

Lebih lanjut, Eddy mengatakan, DPR juga meminta adanya pasal untuk jadi pedoman hukum yang hidup di dalam masyarakat, atau living law.

"Fraksi-fraksi DPR meminta agar ada PP yang jadi pedoman untuk penyusunan perda (peraturan daerah) terkait dengan living law itu," kata dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya