TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemhan Didesak Tunjukkan Dokumen Pembatalan Beli Pesawat Mirage

Sebelumnya sempat dinyatakan ditunda, bukan batal

Direktur Laboratorium Anti Korupsi, Adnan Topan Husodo (Youtube.com/Imparsial)

Jakarta, IDN Times - Direktur Laboratorium Anti Korupsi Adnan Topan Husodo mendorong juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak, menunjukkan dokumen pembatalan kontrak pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 dari Qatar.

Padahal, kata Adnan, Kementerian Pertahanan (Kemhan) sebelumnya menyatakan kontrak pembelian itu ditunda, bukan dibatalkan.

"Pernyataan dibatalkan itu baru lisan, kita belum pernah mendengar ada pernyataan resmi dari Kementerian Pertahanan ataupun Kementerian Keuangan yang menyatakan bahwa kontrak Mirage 2000-5 itu dibatalkan," ujar Adnan dalam acara koalisi masyarakat sipil secara virtual, Minggu (11/2/2024).

"Sehingga, sampai hari ini saya tidak menganggap bahwa pernyataan Dahnil itu bisa diakui kebenarannya. Saya khawatir ini adalah sebuah kekhawatiran karena ada upaya-upaya baru berkembang, sehingga disebutkan bahwa kontrak itu dibatalkan. Tadi di dalam rilis juga disebutkan mengenai beberapa fakta," sambungnya.

Dia kemudian meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut adanya perbedaan pernyataan tersebut.

Baca Juga: Koalisi Sipil Dorong KPK Usut Dugaan Korupsi Pembelian Pesawat Mirage

1. Nilai kontrak Mirage 2000-5 dianggap terlalu mahal

Direktur Laboratorium Anti Korupsi, Adnan Topan Husodo (Youtube.com/Imparsial)

Adnan mengatakan, nilai kontrak untuk pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 terlalu mahal dengan usianya yang sudah 27 tahun.

"Yakni sekitar 66 juta US Dolar perunitnya, padahal harga pasarannya saat itu hanya 23-35 juta US Dolar," kata dia.

Baca Juga: Jubir Menhan Tegaskan Pembelian Pesawat Mirage 2000-5 Dibatalkan

2. Kontrak pembelian Mirage 2000-5 juga diduga melanggar Undang-Undang

Direktur Laboratorium Anti Korupsi, Adnan Topan Husodo (Youtube.com/Imparsial)

Lebih lanjut, Adnan juga menyampaikan, pembelian Mirage 2000-5 juga diduga melanggar Undang-Undang Tahun 2012, tentang industri pertahanan.

"Dalam Pasal 43 Ayat 3 disebutkan bahwa Indonesia belum bisa memenuhi peralatan keamanan dan pertahanan dari dalam negeri, maka bisa menggunakan produk luar negeri dengan melalui proses langsung antar pemerintah atau kepada pabrikan," beber dia.

"Dalam kasus ini, Prabowo Subianto, Kemenhan menggunakan dua broker sekaligus  Excalibur Internasional, dan e system solution, sebuah broker perusahaan maskapai juga yang berbasis di Dubai yang pemiliknya adalah mantan pilot dari Angkatan Udara Prancis dan sebenarnya memiliki kedekatan dengan Prabowo. Rekam jejak kedekatan itu bisa kita dapatkan secara bebas dari berbagai media," sambungnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya