TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Yusril: Bila Pemilu Diundur, Jabatan Presiden-DPR Ilegal Setelah 2024

Yusril ungkap tiga cara untuk menunda pemilu

IDN Times/Margith Juita Damanik

Jakarta, IDN Times - Ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, merespons wacana pemilu 2024 dimundurkan. Padahal DPR bersama Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah sepakat jadwal pemilu 2024 pada 14 Februari.

"Alasan penundaan Pemilu yang awalnya dilontarkan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia ini memang beragam. Pertama, situasi perekonomian negara sedang sulit, utang menggunung, berapa biaya Pemilu hingga kini belum dianggarkan. Sumbernya juga belum jelas dari mana," ujar Yusril dalam keterangannya dikutip IDN Times, Senin (28/2/2022).

Kemudian alasan kedua karena adanya pandemik COVID-19 yang diprediksi hingga 2024 belum berakhir. Ketiga, ada anggapan rakyat masih menghendaki Joko "Jokowi" Widodo sebagai Presiden Indonesia.

"Sementara Jokowinya sendiri dalam berbagai kesempatan menyatakan tidak punya niat untuk menjabat 3 periode karena menyalahi konstitusi UUD 45. Terakhir, serbuan Rusia terhadap Ukraina juga dijadikan alasan, walau susah mencari kaitannya secara langsung dengan alasan penundaan Pemilu," katanya.

Yusril menjelaskan, penundaan pemilu itu berkaitan langsung dngan norma konstitusi yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dalam pasal 1 ayat 2, dijelaskan pelaksanaan pemilu itu dilakukan setiap lima tahun sekali. Dalam pasal 2 ayat 1, pemilu dalam memilih DPR dan DPD juga diamanatkan untuk membentuk MPR.

Dalam pelaksanaan pemilu, dilakukan pemilihan terhadap anggota DPR, DPD, Presiden, Wakil Presiden dan DPRD. Jabatan tersebut akan berakhir secara otomatis setiap lima tahun sekali.

"Jadi, jika Pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya? Tidak ada dasar hukum sama sekali," ucapnya.

Baca Juga: Pemilu Diundur, Muhammadiyah: Melanggar, Jangan Tambah Masalah Bangsa

Baca Juga: SMRC: Mayoritas Masyarakat Tak Ingin Pemilu Diundur

1. Bila tak ada dasar hukum, rakyat berhak tak patuh

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Yusril menegaskan, para penyelenggara itu bisa dicap ilegal alias tidak sah karena menjalankan tugas tanpa adanya dasar hukum. Oleh karenanya, rakyat berhak tidak memiliki kewajiban untuk mematuhinya.

"Rakyat akan jalan sendiri-sendiri menurut maunya sendiri. Rakyat berhak untuk membangkang kepada Presiden, Wakil Presiden, para menteri, membangkang kepada DPR, DPD dan juga kepada MPR. Rakyat berhak menolak keputusan apapun yang mereka buat karena keputusan itu tidak sah dan bahkan ilegal," katanya.

Lebih lanjut, Yusril menerangkan, penyelenggara di level ekstekutif yang masih sah menurut hukum hanya Panglima TNI dan Kapolri. Sebab, mereka hanya bisa diberhentikan presiden dengan disetujui DPR.

Dua jabatan itu tak bisa diberhentikan oleh presiden yang jabatannya tidak sah menurut konstitusi. Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu mengatakan, beruntung bila Panglima TNI dan Kapolri memiliki kesadaran untuk menjaga persatuan dan kesatuan saat kondisi pemilu diundur.

"Tetapi kalau tidak kompak, bagaimana dan apa yang akan terjadi? Bisa saja terjadi dengan dalih untuk menyelamatkan bangsa dan negara, TNI mengambil alih kekuasaan walau untuk sementara," ujarnya.

2. Bisa tercipta kondisi yang carut marut

Untuk daerah, kata Yusril, masih bisa berjalan kalau jabatan kepala daerahnya masih belum masih. Namun, roda pemerintahan tak bisa berjalan maksimal tanpa adanya kontrol dari DPRD yang jabatannya sudah habis.

"Dalam suasana carut marut, timbullah anarki. Dalam anarki setiap orang, setiap kelompok merasa merdeka berbuat apa saja. Situasi anarki akan mendorong munculnya seorang diktator untuk menyelamatkan negara dengan tangan besi. Diktator akan mendorong konflik makin meluas," katanya.

Menurutnya, kondisi tersebut bisa memunculkan daerah potensial konflik. Pihak asing pun bisa masuk untuk mengadu domba.

"NKRI “harga mati” berada dalam pertaruhan besar," ujarnya.

3. Penundaan pemilu bisa dilakukan dengan tiga cara

Yusril kemudian memberi penjelasan penundaan pemilu 2024 bisa dilakukan dengan tiga cara. Pertama, amandemen UUD 1945.

"Kedua, Presiden mengeluarkan dekrit sebagai sebuah tindakan revolusioner," ucapnya.

Kemudian yang ketiga, menciptakan konvensi ketatanegaraan yang dalam pelaksanaannya diterima dalam praktik penyelenggaraan negara.

Baca Juga: MA Tolak Gugatan AD/ART Demokrat, Yusril: Tugas Saya Sudah Selesai

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya