TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejak Bencana Tsunami Aceh, 26 Desember Jadi Hari Pantang Melaut

Sudah menjadi adat dan kesepakatan nelayan di Aceh

Nelayan pulang melaut di Pantai Ujong Blang, Lhokseumawe, Aceh beberapa waktu lalu (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Banda Aceh, IDN Times - Bencana gempa dan tsunami yang melanda sejumlah daerah di wilayah Samudra Hindia telah 15 tahun berlalu. Aceh, menjadi salah satu daerah yang terdampak paling parah. Kota Banda Aceh rata dengan tanah dan ratusan ribu orang meninggal dunia.

Bencana itu hingga kini masih membekas bagi masyarakat di Bumi Serambi Makkah, khususnya bagi mereka yang mengalami langsung peristiwa tersebut.

Mengenang peristiwa tersebut, setiap tahun tepat di tanggal 26 Desember, warga Aceh selalu memperingatinya dengan berbagai cara. Di antaranya ada budaya pantang melaut.

Baca Juga: Ridwan Kamil, Menangis saat Desain Museum Tsunami dan Dapat Rp100 Juta

1. Nelayan tidak boleh melaut setiap tanggal 26 Desember

Perahu motor nelayan yang bersandar di Pelabuhan TPI Lampulo, Kota Banda Aceh (IDN Times/Saifullah)

Wakil Sekretaris Jenderal Panglima Laot Aceh, Miftach Cut Adek mengatakan, memeringati bencana bersejarah itu, pihaknya melarang semua nelayan untuk melaut.

"Setiap tanggal 26 Desember merupakan hari pantang melaut bagi seluruh nelayan di Aceh," kata Cut Ade, saat dijumpai di Kantor Panglima Laot Aceh, di Kabupateb Aceh Besar, Selasa (24/12).

Imbauan larangan untuk melaut itu diharapkan Cut Adek, dapat dituruti semua nelayan di Aceh. Sebab, peristiwa yang terjadi 15 tahun silam itu memiliki nilai historis yang luar biasa bagi mereka.

2. Pantangan itu kesepakatan para nelayan Aceh

Kawasan Kajhu, Kabupaten Aceh Besar, yang hancur diterjang tsunami 26 Desember 2004 (IDN Times/Saifullah)

Tsunami yang menerjang daratan Aceh, menghancurkan puluhan ribu bangunan dan menewaskan ratusan ribuan manusia. Termasuk para nelayan.

Cut Adek menyampaikan, keputusan tidak berlayar atau melaut disepakati para nelayan berdasarkan hasil musyawarah yang dilakukan oleh seluruh panglima laot di Aceh. Alasannya, karena kebanyakan korban tsunami berasal dari keluarga nelayan.

"Hari pantang melaut ini disepakati sejak tahun 2005 oleh musyawarah Panglima Laot seluruh Aceh, di Banda Aceh dan tanggal 26 Desember adalah tanggal mengenang musibah gempa dan tsunami serta korbannya kebanyakan dari keluarga nelayan," jelasnya.

3. Nelayan yang melanggar pantangan akan diberi sanksi

Nelayan pulang melaut di Pantai Ujong Blang, Lhokseumawe, Aceh beberapa waktu lalu (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Lembaga Panglima Laot secara tegas akan memberikan sanksi bagi para nelayan yang tetap memaksakan diri untuk melaut pada setiap 26 Desember.

"Ada sanksi adat apabila dilanggar. Kapal akan ditahan selama minimal 3 hari dan maksimal 7 hari. Bahkan semua hasil tangkap disita untuk lembaga adat laut," tegas wakil sekretaris jenderal Panglima Laot Aceh itu.

Tindakan itu sebagai bukti bahwa peristiwa itu begitu penting bagi nelayan Aceh. Sama halnya pelarangan melaut di hari-hari besar lainnya, seperti Hari Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, dan lainnya.

Baca Juga: Kenang Tsunami, Pegawai Diliburkan dan Kibarkan Bendera Setengah Tiang

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya