Melongok Dapur Redaksi LKBN ANTARA Selama Pandemik
Our News Room Episode I: IDN Times dan LKBN ANTARA
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Selama masa pandemik perhatian terhadap media semakin besar. Peran media juga menjadi sangat penting sebagai sumber informasi yang akurat dan bisa dipercaya oleh masyarakat. IDN Times pun menghadirkan program Our News Room yang berisi behind the scene dan editorial policy suatu media.
Dalam episode perdana yang tayang pada 26 Juni 2020 pukul 19.00 WIB lalu, IDN Times menghadirkan Chief Executive Officer (CEO) Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Meidyatama Suryodiningrat. Dipandu Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis, simak behind the scene dan editorial policy LKBN Antara selama masa pandemik.
1. ANTARA tetap memproduksi berita secara normal. Pewarta foto dan video tetap turun ke lapangan
Dalam siaran langsung Instagram, Meidyatama Suryodiningrat atau biasa disapa Dimas mengatakan, selama masa pandemik ini semua produksi berita dilakukan secara normal. Namun, dengan mengadopsi cara kerja yang baru dan sangat berbeda. Misalnya, mayoritas redaksi seperti pewarta, wartawan, ataupun redaktur bekerja dari rumah. Mereka ke kantor untuk melakukan pekerjaan khusus yang hanya bisa dikerjakan di kantor. Meskipun begitu, masih ada pewarta yang turun ke lapangan untuk meliput, khususnya pewarta foto dan video.
"Jangan pernah lupa kalau wartawan juga berada di garis depan, meskipun konferensi pers dan wawancara bisa dilakukan virtual, tetapi wartawan tetap harus ada di lapangan apalagi pewarta foto dan video. Tidak mungkin lewat virtual, kan?" ujar Dimas.
Menyiasati hal tersebut, LKBN ANTARA menyiapkan Alat Pelindung Diri (APD), disinfektan, dan keperluan lainnya untuk mendukung pewarta melakukan liputan. Selain itu, ANTARA juga menerapkan aturan kode etik dan social distancing yang ketat.
Baca Juga: Peretasan Media Massa, Sinyal Bahaya Demokrasi
Menurutnya, media harus hati-hati dalam memberitakan jumlah kasus positif atau kematian yang bertambah. Jangan sampai masyarakat menjadi kebal dan angka itu hanya menjadi statistik. Harus diingat bahwa yang diberitakan itu adalah manusia. Jadi, isu yang diangkat harus lebih sensitif dan positif.
"Ini yang harus kita jaga dalam perkembangan. Jumlah yang bertambah dan meninggal bukan hanya pertambahan. Jangan sampai lupa kalau itu tetap orang meninggal. Ini satu isu yang harus diangkat menjadi lebih sensitif dan lebih positif," ujarnya.
Editor’s picks
Baca Juga: Agar Bertahan saat Pandemik, Industri Media Peroleh 4 Insentif