Kronologi Korupsi Dana Pembangunan Masjid yang Menyeret Alex Noerdin
Korupsi dilakukan Alex dua kali pada 2015 dan 2017
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Selatan (Sumsel) menetapkan Alex Noerdin sebagai satu dari tiga tersangka tindak pidana korupsi kasus dana hibah kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang, untuk pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang pada 2015 dan 2017.
Adapun, dua tersangka lainnya adalah MM selaku mantan Bendahara Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang dan LPLT berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
"Pada Rabu 22 September 2021, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan telah menetapkan tersangka terhadap tiga orang terkait Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Dana Hibah Dari Dana APBD Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2015 dan Tahun 2017 Kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang Dalam Pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang, yaitu AN selaku Gubernur Sumatra Selatan periode 2008-2013 dan 2013-2018, MM, dan LPLT," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Rabu (22/9/2021).
Baca Juga: Profil Alex Noerdin, Anggota DPR Tersangka Korupsi Pembelian Gas Bumi
1. Kronologi kasus korupsi dana hibah Masjid Sriwijaya Palembang
Dalam keterangannya, Leonard menceritakan kronologi kasus yang menyeret Alex Noerdin tersebut. Awalnya, Pemprov Sumsel menyalurkan dana hibah kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang untuk pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang sebanyak dua kali, yakni pada 2015 dan 2017.
Pertama, pada 2015 dengan menggunakan APBD 2015 sebesar Rp50 miliar dan kedua pada 2017 menggunakan APBD 2017 sebesar Rp80 miliar. Setelah diusut, penganggaran dana hibah tersebut tidak sesuai prosedur perundang-undangan.
"Di antaranya tidak didahului dengan pengajuan proposal dari pihak Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya sebagai penerima Dana Hibah dan hanya berdasarkan perintah atas nama selaku Gubernur Sumatra Selatan," kata Leonard.
Selain itu, Kejati Sumsel juga menemukan fakta Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya tersebut tidak beralamat di Palembang, melainkan di Jakarta.
Kemudian, kejanggalan lainnya adalah terkait lahan pembangunan masjid yang awalnya dinyatakan Pemprov Sumsel sebagai aset milik pemprov, tetapi ternyata sebagian adalah milik masyarakat.
Puncaknya adalah ketika pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang tersebut tidak kunjung rampung.
Editor’s picks
"Bahwa akibat dari penyimpangan tersebut telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp130 miliar," ujar Leonard.