TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PPATK: Nilai Kejahatan TPPU Sejak 2016-2020 Mencapai Rp44,2 Triliun

Nilai kejahatan terbesar adalah narkotika sebesar Rp21,5 T

Ilustrasi Pencucian Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat akumulasi nilai kejahatan mencapai sebesar Rp44,2 triliun, terhitung sejak 2016-2020.

Nilai kejahatan tersebut berasal dari 336 putusan perkara pencucian uang yang telah berkekuatan hukum tetap dan telah teridentifikasi dalam kajian Naskah Penilaian Risiko atau yang dikenal sebagai National Risk Assessment (NRA) 2021.

Baca Juga: Millennials, Ini Lho Maksud dari Pencucian Uang, Sudah Tahu Belum?

1. Rincian nilai kejahatan mulai dari tindak pidana narkotika hingga korupsi

BNN ungkap tindak pidana pencucian uang kejahatan narkoba (Dok.IDN Times/istimewa)

Adapun, dari jumlah tersebut PPATK menyatakan bahwa nilai kejahatan terbesar ada pada tindak pidana narkotika sebesar Rp21,5 triliun atau sekitar 48,67 persen dari total akumulasi nilai kejahatan yang terkumpul sejak 2016-2020.

"Kemudian tindak pidana penipuan sebesar Rp14,2 triliun atau 32,08 persen, tindak pidana korupsi sebesar Rp5,05 triliun atau 11,4 persen, dan tindak pidana penggelapan sebesar 2,94 persen," ujar Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, melalui keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Kamis (19/8/2021).

Berikutnya, Dian melanjutkan, ada tindak pidana di bidang perbankan dengan persentase 1,36 persen, tindak pidana transfer sebesar 1,07 persen, dan tindak pidana di bidang perpajakan 1,05 persen.

"Kondisi tersebut tentunya dapat merusak integritas sistem keuangan dan perekonomian nasional," katanya.

2. Pandemik COVID-19 munculkan risiko TPPU lebih tinggi

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Dian kemudian menambahkan bahwa pandemik COVID-19 yang telah terjadi sejak awal tahun lalu mampu memunculkan risiko tindak pidana pencucian uang alias TPPU lebih tinggi.

Beragam jenis kejahatan seperti penipuan, korupsi, narkotika, transfer dana, dan penggelapan memiliki potensi risiko tinggi terhadap TPPU di Indonesia.

"Secara riil terdapat beberapa kasus selama pandemik COVID-19, di antaranya terkait kejahatan pengalihan transfer dana atas transaksi bisnis atau Business Email Compromise (BEC) dan korupsi terkait penyalahgunaan bantuan sosial. Sementara untuk pelaku kejahatan yang memiliki risiko tinggi TPPU di antaranya adalah dari korporasi dan perorangan," tutur Dian.

3. Jenis tindak pidana asal TPPU yang berkategori ancaman tinggi ke Indonesia

Ilustrasi penipuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Dian menyebutkan, penipuan, korupsi, transfer dana, narkotika, dan informasi transaksi elektronik (ITE) merupakan jenis tindak pidana asal TPPU yang berkategori ancaman tinggi TPPU ke Indonesia (Inward Risk).

"Akhir-akhir ini, Indonesia seringkali menjadi negara tujuan pengalihan transfer dana dalam kasus penipuan transaksi bisnis atau Business Email Compromise oleh sindikat jaringan internasional," ujar Dian.

Dia merinci kasus penipuan transaksi bisnis yang terjadi di Indonesia selama pandemik antara lain kasus pembelian peralatan COVID-19 dari Italia sebesar Rp56 miliar, Belanda sebesar Rp27 miliar, Yunani sebesar Rp111 miliar, dan Argentina sebesar Rp40 miliar.

Baca Juga: PPATK: Uang Sumbangan Akidi Tio Tidak Ada di Bilyet Giro 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya