TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gen Z Harus Tahu, Ini Bedanya Kampanye Hitam dan Kampanye Negatif

Apa perbedaan keduanya?

IDn Times/Isidorus Rio

Jakarta, IDN Times - Indonesia kini telah memasuki tahun politik, masing-masing partai politik (parpol) mulai sibuk mempersiapkan diri untuk pesta demokrasi pemilihan umum (Pemilu) 2024. Masa kampanye pun akan berlangsung pada tahun ini. 

Pada masa kampanye tersebut biasanya muncul istilah kampanye hitam (black campaign) dan kampanye negatif. Bahkan, kampanye hitam kerap terjadi pada Pemilu 2019. 

Salah satunya yaitu adanya tudingan bahwa Calon Presiden (capres) Joko "Jokowi" Widodo merupakan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun, belum terbukti adanya pasangan calon yang melakukan black campign. 

Nah, sobat Generasi Z (Gen Z), apakah kampanye hitam pernah terjadi di Indonesia dan ada yang terbukti pasangan yang melakukan? Dan apa sih sanksinya? Yuk, simak penjelasannya berikut ini!

1. Kampanye hitam dilarang keras

google

Sebelum masuk dalam kampanye hitam, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu menjelaskan bahwa kampanye adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk sebagai peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan citra diri peserta pemilu.

Mengutip laman resmi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), law.ui.ac.id, kampanye hitam merupakan kampanye yang digunakan salah satu kandidat atau tim kampanye untuk menjatuhkan kandidat lainnya.

Kampanye hitam sangat dilarang keras karena cenderung ke arah fitnah dan menyebarkan berita bohong atau hoaks terkait kandidat tertentu.

2. Kampanye negatif boleh dilakukan dalam pemilu

ANTARA FOTO/ Wahyu Putro A

Berbeda dengan kampanye hitam, kampanye negatif (negative campaign) justru boleh dilakukan karena sesuai fakta.

Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso, mengatakan kampanye negatif dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan dari lawan atau kandidat lainnya.

Bahkan, aspek hukum kampanye negatif terbilang sah-sah saja karena dinilai dapat membantu pemilih membuat keputusannya. Misalnya, dengan adanya berita menunjukkan data-data bahwa lawan melakukan kesalahan. 

Maka, pihak yang terserang kampanye negatif dapat membalasnya lagi dengan data-data yang valid dalam kampanye negatif tersebut. Pihak terserang tidak perlu melaporkan ke polisi, cukup memberikan bukti yang akurat. Hal ini berarti bahwa kampanye negatif boleh dilakukan.

3. Aturan dan ancaman pidana kampanye hitam

ilustrasi hoax (IDN Times/Sukma Shakti)

Mengutip laman resmi Hukum Online, hukumonline.com, kampanye hitam diatur dalam UU No 17 Tahun 2017 tentang Pemilu, dalam Pasal 280 (1) menyebutkan bahwa kandidat tidak boleh menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, atau peserta pemilu lain. Termasuk juga tidak boleh menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.

Pasal 280 (1) butir c berbunyi, 'menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain.'

Pasal 280 (1) butir d berbunyi, 'menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.'

Sedangkan, ancaman pidana kampanye hitam tertuang dalam UU No 17 Tahun 2017 tentang Pemilu pasal 521 yang berbunyi, 'Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h,i, atau j, dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah.'

4. Kampanye hitam pernah terjadi pada Pilpres 2019

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Kampanye hitam pernah terjadi terhadap Jokowi pada Pilpres 2019 yang dilakukan tiga perempuan di Karawang, Jawa Barat. Mereka menyampaikan informasi jika Jokowi terpilih menjadi presiden kedua kalinya, akan ditiadakan azan dan dilegalkannya pernikahan sesama jenis.

Polres Karawang lalu menangkap ketiganya. Ketiga perempuan itu ditetapkan sebagai tersangka dugaan kampanye hitam terhadap Jokowi dan dijerat pasal Undang-Undang Informasi dan. Transaksi Elektronik (UU ITE).

Selain itu, Jokowi juga dituding keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI). Bahkan, PKI akan bangkit kembali jika Jokowi terpilih kembali pada Pilpres 2019. Selain itu, Jokowi juga disebut sebagai antek asing dan mengkriminalisasi ulama.

Namun, pada kampanye hitam ini akhirnya tidak terbukti. Kampanye hitam ini juga tidak terbukti dilakukan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sebagai pesaing Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya