TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Waspada! Ini Daerah Potensi Banjir Bandang, Kemarau Hingga Hujan Es

Puncak kemarau diprediksi pada Agustus

xxx

Jakarta, IDN Times - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kembali memperingatkan ancaman bahaya bencana alam. Belasan provinsi diperkirakan akan terjadi hujan deras hingga berpotensi banjir, banjir bandang, dan kemarau lebih awal.

Prakiraan tersebut berlaku pada 26 Maret 2021 pukul 07.00 WIB hingga 27 Maret 2021 pukul 07.00 WIB. Kira-kira daerah mana saja yang berpotensi terdampak banjir, banjir bandang, hingga kemarau?

Baca Juga: Musim Kemarau, Ancaman Kebakaran Hutan di Sumut Tinggi

1. Ada 16 provinsi yang berpotensi terjadi banjir bandang

Ilustrasi dampak banjir bandang (ANTARA FOTO/Eben Heisei/Mohamad Hamzah)

Melalui keterangan tertulis pada Kamis, 25 Maret 2021, BMKG menyebutkan, potensi dampak hujan deras yang berpotensi terjadi banjir atau banjir bandang terjadi di wilayah sebagai berikut:

1. Aceh (Waspada)
2. Sumatra Utara (Waspada)
3. Sumatra Barat (Waspada)
4. Jambi (Waspada)
5. Sumatra Selatan (Waspada)
6. DKI Jakarta (Waspada)
7. Jawa Barat (Waspada)
8. Jawa Tengah (Waspada)
9. DI Yogyakarta (Waspada)
10. Jawa Timur (Waspada)
11. Nusa Tenggara Barat (Waspada)
12. Kalimantan Utara (Waspada)
13. Sulawesi Utara (Waspada)
14. Sulawesi Barat (Waspada)
15. Sulawesi Tengah (Waspada)
16. Sulawesi Selatan (Waspada).

2. Sejumlah daerah terlambat masuk musim kemarau akibat La Nina

ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

BMKG juga memprediksikan musim kemarau 2021 akan mulai terjadi pada April 2021 di 22,8 persen Zona Musim (ZOM), yaitu beberapa zona musim di Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa.

"BMKG memprediksi peralihan angin monsun akan terjadi pada akhir Maret 2021 dan setelah itu Monsun Australia akan mulai aktif. Karena itu, Musim Kemarau 2021 diprediksi akan mulai terjadi pada April 2021," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan, April hingga Mei 2021 merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau (masa pancaroba), meski sejumlah daerah mulai memasuki musim kemarau namun tidak serentak.

Hasil pemantauan terhadap anomali iklim global menunjukkan kondisi La Nina diprediksi masih akan terus berlangsung hingga Mei 2021, dengan intensitas yang terus melemah. Sedangkan, pemantauan kondisi Indian Ocean Dipole Mode (IOD) diprediksi netral hingga September 2021.

Dwikorita menjelaskan, kedatangan musim kemarau umumnya berkait erat dengan peralihan Angin Baratan (Monsun Asia) menjadi Angin Timuran (Monsun Australia). BMKG memprediksi peralihan angin Monsun akan terjadi pada akhir Maret 2021 dan setelah itu Monsun Australia akan mulai aktif.

Sejumlah wilayah yang akan memasuki Musim kemarau pada April 2021 yaitu untuk wilayah Nusa Tenggara dan Bali, lalu wilayah Jawa, kemudian sebagian wilayah Kalimantan dan Sulawesi pada Mei hingga Juni 2021.

3. Ada potensi terjadi hujan es

Ilustrasi hujan (IDN Times/Besse Fadhilah)

Deputi Bidang Klimatologi Herizal menjelaskan, dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 22.8 persen diprediksi akan mengawali musim kemarau pada April 2021, yaitu beberapa zona musim di Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa.

Kemudian, 30,4 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Mei 2021, meliputi sebagian Nusa Tenggara, sebagian Bali, Jawa, Sumatra, sebagian Sulawesi, dan sebagian Papua.

Sementara, sebanyak 27.5 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Juni 2021, meliputi sebagian Sumatra, Jawa, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, sebagian kecil Maluku, dan Papua.

Pada April hingga Mei merupakan masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Karena itu, Herizal mengimbau agar masyarakat mewaspadai potensi hujan deras dengan durasi singkat, angin kencang, puting beliung, dan potensi hujan es yang biasa terjadi pada periode tersebut.

"Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis Awal Musim Kemarau pada periode 1981-2010, maka Awal Musim Kemarau 2021 di Indonesia diprakirakan mundur pada 197 ZOM (57,6 persen), SAMA pada 97 ZOM (28,4 persen), dan MAJU pada 48 ZOM (14,0 persen)," kata Herizal .

4. Musim kemarau 2021 diprediksi normal

ANTARA FOTO/Arnas Padda

Selanjutnya, apabila dibandingkan terhadap rerata klimatologis Akumulasi Curah Hujan Musim Kemarau (periode 1981-2010), maka secara umum kondisi musim kemarau 2021 diperkirakan normal atau sama dengan rerata klimatologisnya pada 182 ZOM (53,2 persen).

"Musim Kemarau pada tahun 2021 akan datang lebih lambat dengan akumulasi curah hujan yang mirip dengan kondisi Musim Kemarau biasanya. Artinya Musim Kemarau 2021 cenderung normal dan kecil peluang terjadinya kekeringan ekstreem, seperti musim kemarau 2015 dan 2019," ujar Herizal.

Sementara, sejumlah 119 ZOM atau sebanyak 34,8 persen, akan mengalami kondisi kemarau Atas Normal (musim kemarau lebih basah, yaitu curah hujan musim kemarau lebih tinggi dari rerata klimatologis) dan 41 ZOM atau 12,0 persen akan mengalami Bawah Normal (Musim kemarau lebih kering), yaitu curah hujan lebih rendah dari reratanya.

5. Masyarakat diimbau lebih waspada bagi daerah yang mengalami musim kemarau lebih awal

ANTARA FOTO/Arnas Padda

Menghadapi musim kemarau 2021, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Dodo Gunawan menyatakan, perlu mewaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal dibanding wilayah lainnya seperti di sebagian wilayah Sumatra bagian utara, sebagian kecil Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan sebagian Sulawesi.

Peningkatan kewaspadaan dan antisipasi dini juga perlu ditingkatkan
untuk wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya, yaitu di Aceh bagian tengah, sebagian Sumatra Utara, Riau bagian utara, Sumatra Barat bagian timur, Jambi bagian barat dan timur, Bengkulu bagian utara, Jawa Barat bagian tengah, sebagian Jawa Timur, sebagian Bali, dan Sulawesi Selatan bagian selatan.

Puncak musim kemarau 2021 diprediksi terjadi pada Agustus 2021. Karena itu kementerian/lembaga, pemerintah daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat diharapkan untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan, dan rawan terjadi kekurangan air bersih.

"Memasuki masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau pemerintah daerah dapat lebih mengoptimalkan penyimpanan air untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan," kata Dodo.

Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, kondisi cuaca pada sepekan ke depan (26 Maret -1 April) masih didominasi hujan ringan di sebagian besar Sumatra bagian utara, tengah, salatan dan timur, sebagian Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi bagian utara, selatan dan tenggara, Maluku bagian utara dan tengah, dan sebagian besar Papua.

Selain itu, masih ada beberapa wilayah yang berpotensi hujan lebat seperti di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi Sumatra Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Bali, NTB, NTT, Maluku Utara , Maluku, Papua dan Papua Barat.

Begitu pula dengan cuaca maritim, Kepala Pusat Meteorologi Maritim Eko Prasetyo mengatakan, perlu diwaspadai terutama saat masih terjadi pemanasan di wilayah Indonesia terkait pergerakan semu matahari, yang biasanya dapat menurunkan tekanan udara hingga menyebabkan angin kencang dan berpotensi gelombang tinggi, utamanya di masa peralihan dan musim kemarau.

Baca Juga: Waspada, Fenomena Hujan Es pada Peralihan Musim Hujan ke Kemarau

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya