Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Selama ini bupati Purwakarta Dedi Mulyadi banyak menerima penilaian positif berkat kebijakan-kebijakannya, salah satunya adalah dengan membangun fasilitas ibadah untuk semua agama di berbagai sekolah di wilayah pemerintahannya. Namun, kali ini sang bupati bukannya mencontohkan perilaku baik sebagai seorang pengayom masyarakat. Dedi Mulyadi justru melakukan bullying terhadap seorang remaja.
Semalam, Dedi Mulyadi mengunggah foto yang membuat banyak pihak geram.
twitter.com/DediMulyadi71
twitter.com/DediMulyadi71 Dedi, melalui akun Twitter miliknya, mengunggah foto di mana saat itu dirinya tengah menghentikan seorang remaja berjilbab yang sedang naik motor. Dia mengaku tak memahami mengapa remaja itu: 1) tak membantu orangtua tapi malah naik motor; 2) memakai celana sobek-sobek padahal berjilbab.
Hal yang paling membuat marah banyak pihak adalah: 1) tangan sang bupati memegang paha si remaja yang terlihat menangis itu; 2) mengunggahnya ke media sosial.
Baca Juga: 2 Tahun Lalu 2 TKW Asal Indonesia Dibantai, Terdakwa Tolak Disebut Pembunuh
Netizen pun tak tinggal diam.
twitter.com/moehammadrifki
twitter.com/CiplukCarlita
twitter.com/moehammadrifki Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
twitter.com/Alfinfadhil26
Kejadian di atas sudah termasuk dalam ranah bullying.
twitter.com/DediMulyadi71 Menurut saya, ada empat kesalahan fatal yang dilakukan oleh Dedi Mulyadi yang berperan sebagai seorang polisi moral:
1) Dia tak sepantasnya, dalam konteks apapun, memegang paha perempuan lain tanpa izin, terutama pada seorang remaja yang sudah jelas-jelas ketakutan dan menangis seperti. Ini terang-terangan tindakan pelecehan seksual yang harus direspon tegas oleh Komnas Perlindungan Anak dan Komnas Perempuan.
2) Mengunggah foto-foto itu ke media sosial agar dilihat semua orang. Tak ada manfaat yang bisa diambil dari mempertontonkan aksinya itu ke publik karena dia mempermalukan remaja tersebut, di mana seharusnya dia melindunginya karena remaja itu juga adalah warganya. Kita pernah mengalami tragedi di mana seorang ayah meninggal saat putrinya -- yang kemudian mengalami depresi -- di bully di media sosial. Haruskah tragedi itu terulang kembali hanya karena seorang bupati mempersoalkan remaja yang naik motor dengan celana sobek?
3) Parahnya, Dedi Mulyadi menganggap sikapnya itu hal normal. Dia tak menyadari bahwa tindakannya itu sangat memalukan dan tak pantas dilakukan oleh seorang lelaki dewasa yang memiliki keluarga. Buktinya, dia dengan tenang mengunggah foto-foto itu di media sosialnya. Apa yang akan dia lakukan kalau remaja itu adalah anaknya sendiri yang sedang dilecehkan dan dipermalukan di publik?
4) Dedi mengambil kesimpulan bahwa seorang remaja yang menaiki motor, berjilbab, bercelana sobek, tidak bisa membantu orangtuanya. Dia menghakimi remaja itu secara sepihak. Bagaimana kalau ternyata dia sedang disuruh orangtuanya untuk membelikan sesuatu? Sesungguhnya tak perlu lah pengandaian ini. Apa dasar argumennya yang menilai remaja itu tak membantu orangtuanya hanya karena dia sedang naik motor dan bercelana sobek-sobek? Lalu, apa haknya untuk mengatur bagaimana cara orang lain berpakaian?
Baca Juga: TKW Indonesia Ini Tidak Dibayar Gajinya Meski Sudah Bekerja Selama 7 Tahun!