Depresi, Ejekan, Kemudian Bunuh Diri
Kepedulian terkait kesehatan jiwa sangat penting.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Artikel ini pertama kali terbit pada 27 Juli 2017
Badan kesehatan dunia, WHO sempat mengumumkan sesuatu yang mengejutkan. Setiap tahun ada sekitar 800.000 orang melakukan bunuh diri di seluruh dunia. Jumlah yang melakukan percobaan bunuh diri juga diyakini jauh lebih besar. Satu nyawa hilang saja sudah cukup banyak, apalagi ratusan ribu.
Rasanya data inilah yang membuat diskusi mengenai kesehatan jiwa semakin sering digelar akhir-akhir ini. Kabar baiknya adalah semakin banyak pihak yang sadar bahwa ini bukan persoalan yang bisa dikesampingkan lagi. Terlebih setelah mengetahui bahwa penyebab keinginan bunuh diri itu bisa dihindari atau disembuhkan.
Baca Juga: Chester Bennington Wafat, Depresi Hantui Pekerja Seni
Keinginan bunuh diri berhubungan dengan kesehatan jiwa dan sangat bisa dicegah.
Ada sejumlah alasan mengapa seseorang memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup. Alasan tersebut berkaitan erat dengan kondisi kejiwaan mereka. Contohnya, depresi. Bagi penderita depresi, pikiran putus asa, bahkan hingga ingin bunuh diri, adalah hal yang biasa terjadi.
Ini seperti orang yang pusing pasti akan merasakan kepalanya berdenyut-denyut. Begitu juga dengan keinginan bunuh diri yang disebabkan oleh schizophrenia maupun penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan minuman beralkohol.
Dorongan untuk bunuh diri yang ada sangat besar karena apa yang terjadi dalam otak mereka berbeda dengan orang normal. Dengan kata lain, kondisi kejiwaan yang buruk mampu mengubah pola pikir, perasaan dan perilaku seseorang serta bisa mengakibatkan kegelisahan dan kesulitan untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Kim Jonghyun SHINee Ditemukan Meninggal Dunia
Padahal, depresi dan keinginan bunuh diri bukan perkara kepribadian, melainkan ada unsur lain yang jarang diketahui publik, seperti perubahan pada struktur dan fungsi otak. Alhasil, penyakit kejiwaan bukan sebuah kesengajaan yang sederhana, melainkan sesuatu yang jauh lebih rumit.
"Gejalanya memang terlihat dari perilaku sehingga orang-orang menganggap seolah-olah itu adalah kepribadian. Perilakunya "tidak sesuai dengan norma", kemudian masyarakat akan lebih mudah menghakimi itu," tambahnya.
Baca Juga: [INFOGRAFIS] Tumbuh dan Suburnya Perilaku Bullying