TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Helikopter Sudah Dibeli, Menhan dan Panglima TNI Mengaku Tak Tahu

Padahal Presiden Jokowi sudah menolak proposal pengadaannya

Ibtimes.co.uk

Kabar tentang pembelian alat utama sistem senjata (alutsista) berupa helikopter Agusta Westland AW101 oleh pemerintah Indonesia kembali mengundang tanda tanya. Musababnya, helikopter seharga Rp 288 miliar tersebut akhirnya tetap dibeli meskipun proposal pengadaannya sudah ditolak oleh Presiden Joko Widodo. Sebaliknya, baik Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu serta Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo justru mengaku belum tahu.

Baca Juga: Dianggap Menghina, Indonesia Hentikan Kerjasama Militer dengan Australia

Pembelian helikopter AW101 sempat dibatalkan.

Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO

Seperti dilaporkan oleh BBC Indonesia, pada Desember 2016 lalu Gatot Nurmantyo menyatakan telah membuat surat pembatalan kontrak yang isinya TNI membatalkan pembelian helikopter AW101. Pembatalan ini dikarenakan kegunaan helikopter AW101 itu sendiri. Helikopter jenis militer tersebut saat itu justru direncanakan sebagai alat transportasi kepresidenan dan tamu VVIP. Presiden Joko Widodo pun kemudian menolak karena dinilai terlalu mahal.

Sebaliknya, Ryamizard menyebutkan, karena tujuan pembelian adalah untuk kebutuhan kepresidenan, maka izin bukan diberikan oleh kementeriannya, melainkan oleh Sekretariat Negara. Ia juga tetap bersikukuh bahwa dirinya dan panglima TNI wajar tidak mengetahui persoalan ini karena helikopter AW101 memang tak dibeli untuk kebutuhan alutsista.

TNI AU menyatakan akan melakukan investigasi.

Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO

Dikutip dari Tempo, helikopter kelas menengah yang bisa digunakan untuk kepentingan militer dan sipil tersebut telah dibeli oleh TNI AU. Wacananya pengadaan helikopter AW101 sendiri sudah ada sejak dua tahun lalu. Pembelian akhirnya dilakukan pada akhir 2016. TNI AU beralasan pihaknya membutuhkan alutsista tersebut untuk keperluan pasukan tempur serta misi search and rescue (SAR).

Kepala Staf TNI AU, Marsekal Hadi Tjahjanto, memberi keterangan kepada media bahwa untuk membuat pembelian tersebut berhasil, diperlukan dukungan administrasi dari Kementerian Pertahanan. Artinya, TNI AU tak akan bisa mendatangkan helikopter AW101 bila menteri pertahanan tak memberikan tandatangan. Ia menyebut pihaknya akan melakukan investigasi dari proses perencanaan hingga pengadaan. Hasilnya akan menentukan nasib helikopter yang sudah terlanjur didatangkan itu.

Baca Juga: Australia Bantah Akan Rekrut Prajurit TNI Sebagai Mata-mata

Kusutnya komunikasi antar instansi tersebut membuat Menkopolhukam hingga Wakil Presiden angkat bicara.

Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, mengaku sudah akan memperbaiki komunikasi antara menteri pertahanan dan panglima TNI. Pada Rabu (8/2) Wiranto berrencana akan menertibkan komunikasi keduanya.

Sayangnya, Wiranto tak memberi penjelasan lebih detil mengenai pokok persoalan tentang siapa yang bertanggungjawab mencairkan anggaran pembelian helikopter AW101. Ia hanya menyinggung bahwa untuk membeli alutsista proses yang harus dilalui cukup panjang sebab perlu menganalisa dinamika ancaman terhadap negara.

Sebelumnya, Gatot Nurmantyo sempat melontarkan curhatan tentang kewenangan pengelolaan anggaran TNI yang sudah tak dipegangnya karena dipangkas oleh peraturan menteri dari Kementerian Pertahanan. Menurutnya, itu adalah pelanggaran hierarki. Melihat ini, Presiden Jokowi, melalui Wapres Jusuf Kalla, menginstruksikan kedua pihak untuk melakukan harmonisasi kewenangan yang dikoordinasi oleh Menkopolhukam.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya