Jadi Guyonan Hingga Salah Kiasan, Suka Duka Penerjemah Bahasa Isyarat dalam Debat
Demi suara tuna rungu yang sangat berpengaruh
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dalam setiap gelaran debat Pilkada DKI yang diselenggarakan oleh KPU Jakarta, pemirsa akan menemukan sebuah kotak kecil di sisi kanan bawah televisi. Kotak tersebut memperlihatkan seorang penerjemah bahasa isyarat.
Bagi penonton setia televisi secara umum, tak hanya di Indonesia sebenarnya, kehadiran penerjemah bahasa isyarat masih cukup asing. Namun, bagi saudara-saudara kita yang tuna rungu, keberadaan mereka kala debat berlangsung sangat membantu.
Baca Juga: Debat Pilkada: Ahok Bingung Tentang Program Rumah DP 0 Rupiah
Suara penyandang tuna rungu sangat penting dalam Pilkada.
"KPU dituntut untuk memberikan akses yang sama, lho. Satu suara saja berpengaruh," kata Edik Widodo kepada Kompas. Edik adalah salah satu dari tiga penerjemah yang bertugas pada debat Pilkada putaran kedua yang dilaksanakan pada Rabu (13/4) di Hotel Bidakara, Jakarta.
Dua rekan Edik adalah Sasanti Soegiarto dan Pinky. Mereka berasal dari Perkumpulan Penerjemah Bahasa Isyarat Indonesia atau Indonesian Sign Language Interpreters (Inasli) yang ditugaskan oleh KPU DKI Jakarta untuk membantu warga Jakarta yang tuna rungu agar memahami jalannya debat.
Menurut Edik, satu suara dari penyandang tuna rungu itu sangat berpengaruh dalam penentuan hasil Pilkada. Ia memberi contoh saat Pilkada Banten 2017 di mana pasangan Rano Karno-Embay Mulya Syarief kalah 1 persen saja dari pasangan Wahidin Halim-Andika Hazrumy. Bila di Banten angka itu signifikan dalam menentukan siapa menang dan siapa kalah, di Jakarta tentu lebih signifikan lagi.
Baca Juga: Debat Pilkada: Sandiaga Sebut Ahok-Djarot Hanya Berjanji Manis