TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ramai #CiriCiriPribumi, Netizen Tunjukkan Konsep Pribumi Tak Lagi Relevan

Absurd...

BBC Indonesia

Bagi netizen, momen penting saat berlangsungnya aksi 313 pada Jumat (31/3), bukanlah isi tuntutan atau kabar penangkapan beberapa tokoh terkait dugaan makar. Mereka malah menyoroti sebuah tindakan para peserta aksi yang mengklaim diri sebagai seorang pribumi. Melalui media sosial, netizen melakukan "serangan balik" dengan menjadikan momen tersebut sebagai bahan candaan.

Baca Juga: Netizen Ramai-Ramai "Curhat" ke Bu Susi, Kocak Habis Responnya!

Bagi netizen, momen penting pada Jumat ini adalah mengirimkan cuitan berisi (sebagian besar) humor cerdas dengan tagar #CiriCiriPribumi.

BBC Indonesia

Muasal gerakan netizen ini adalah beredarnya foto-foto yang diduga peserta Aksi 313 sedang menempelkan stiker bertuliskan 'PRIBUMI' di sebuah mobil. Ada juga foto yang menunjukkan sekelompok ibu-ibu berjilbab memegang stiker dengan tulisan yang sama.

Netizen pun tak tinggal diam dan langsung bereaksi dengan mengirimkan cuitan-cuitan bernada humor mengenai topik pribumi melalui tagar #CiriCiriPribumi. Beragam cuitan dari yang sangat lucu hingga sangat garing pun bisa ditemukan di Twitter.

#CiriCiriPribumi menunjukkan kata pribumi tak lagi relevan.

twitter.com/victorkamang

Entah disadari atau tidak, netizen justru menunjukkan bahwa konsep pribumi saat ini absurd dan sudah tak relevan. Berdasarkan KBBI versi daring, kata pribumi berarti penghuni asli atau yang berasal dari tempat yang bersangkutan. Namun, sejarahnya jauh lebih rumit dari itu.

Kata pribumi berasal dari bahasa Belanda, inlander, yang digunakan untuk merujuk pada seluruh penduduk asli Indonesia. Pribumi, dalam konteks penjajahan, bukan sebuah gelar yang dibanggakan sebab dipakai untuk mendiskriminasi rakyat Indonesia.

Bahkan, KBBI pun menyamakan kata inlander dan pribumi dengan mengartikannya sebagai sebutan ejekan bagi penduduk asli di Indonesia oleh orang Belanda pada masa penjajahan Belanda. Meski tanpa membawa konteks penjajahan, penggunaan kata pribumi sendiri perlu dikritisi.

Kita perlu bertanya tentang ukuran seseorang itu pribumi atau tidak. Jika dari suku, apakah seseorang yang lahir di Semarang dari ayah Jawa dan ibu Tionghoa bukan penduduk asli Semarang? Jika dari agama, itu lebih absurd lagi, karena bukannya semua agama resmi di Indonesia datang dari negara lain?

Bagaimana dengan kecintaan terhadap NKRI? Kalau ukurannya ini, tidak peduli apapun suku dan agama seseorang, jika ia mengkhianati negara (seperti melakukan korupsi maupun aksi terorisme), maka ia bukan pribumi. Lalu, para WNA yang mengabdikan diri belajar tentang Indonesia dan mengenalkannya kepada dunia pun bisa dikatakan sebagai pribumi.

Baca Juga: Netizen Tidak Tinggal Diam saat Bupati Purwakarta Memegang Paha Remaja Putri

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya