Balada Topeng Muludan, Kesenian Tradisional yang Tergilas Zaman
Anak zaman now harus tahu nih!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times - Bagi sebagian masyarakat Jawa Timur, momen Maulid Nabi Muhammad selalu diperingati dengan berbagai kegiatan kesenian masyarakat. Di Sidoarjo dan Lamongan misalnya, anak kecil di daerah itu masing-masing memiliki tradisi bandengan dan bantengan.
Beda lagi di Surabaya, dalam memperingati milad Nabi Muhammad, anak-anak mengenakan topeng dengan berbagai karakter.
Sayangnya, tradisi itu mulai ditinggalkan. Setidaknya, hal itu dikatakan oleh salah satu pengrajin topeng, Choirul Anam (50). Pengrajin topeng muludan asal Girilaya Gang 7, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya.
"Dulu itu, kalo muludan (Maulid Nabi) ya mesti identik dengan topeng kertas. Setiap muludan mesti anak-anak mainan topeng-topeng itu," ujar Anam membuka percakapan saat ditemui di rumahnya, Rabu (22/11). Meski tak lagi diminati, dia mengaku tetap akan menjalani profesi tersebut.
Warisan usaha orang tua.
Sudah lima belas tahun, Anam melakoni profesi sebagai pengrajin topeng muludan. Pilihannya untuk menjadi pengrajin topeng didasari keinginan mewarisi usaha yang telah dirintis orang tuanya. "Dulu bapak saya yang menjadi pengrajin sejak tahun 1960an," ujar pria berkumis itu.
Kala itu, Anam kecil sering membantu sang ayah mengerjakan pesanan topeng yang datang. Merasa cocok, Anam dan ayahnya pun melakukan percobaan membuat topeng muludan.
Setidaknya, ada 50 macam topeng yang pernah dibuat oleh Anam. Harga setiap topengnya pun bervariasi antara Rp 15 ribu hingga Rp 100 ribu. "Kalau untuk pesanan khusus seperti topeng menari dan teater harganya bisa beda lagi," ujarnya lantas terkekeh.