Ramai Politikus Ikan Lele, PPP: Muhammadiyah Sentil yang Nyinyir
Kritik perlu disampaikan dengan pilihan kata yang baik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyebut ada bahaya politikus 'ikan lele' yang mengancam Indonesia. Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani, menilai diksi politikus 'ikan lele' digunakan untuk menyentil pihak yang selalu nyinyir.
"Apa yang disampaikan oleh PP Muhammadiyah melalui Sekum-nya Prof Abdul Mu'ti merupakan sentilan terhadap sejumlah orang, baik yang berseberangan dengan kalangan pemerintahan maupun yang berasal dari kalangan pemerintahan, yang tiap waktu penampakan komunikasi publiknya tidak mencerahkan atau mencerdaskan karena tone atau pilihan katanya yang lebih pas dilabeli sebagai nyinyir," kata Arsul Sani saat dihubungi, Jumat (6/8/2021).
"Karena tone-nya nyinyir maka kemudian yang ditangkap publik khususnya pihak lainnya yang tidak sependapat bukan lagi isi atau muatannya. Tapi nyinyir-nya yang tertuang dalam pilihan kata," lanjutnya.
Baca Juga: Muhammadiyah Peringatkan Bahaya Politikus Ikan Lele di Masa Pandemik
1. Ajak sampaikan kritik dengan pemilihan kata yang baik
Arsul yang menjabat Wakil Ketua MPR menambahkan, PP Muhammadiyah sedang mengajak masyarakat untuk berpikir jernih, atau seperti ikan selain lele. Dia menyampaikan sesuatu hal harus dengan pemilihan kata yang baik sehingga tidak dimaknai berbeda oleh pihak lain.
"PP Muhammadiyah sedang mengajak agar sikap kritis, oposisi tidak diartikulasikan dengan tone dan pilihan bahasa yang masuk kategori nyinyir tadi. Sehingga baik tangkapan dan responsnya tidak kemudian menjadikan adanya kegaduhan terus menerus di ruang publik, khususnya media sosial," ucap Arsul.
"Jadilah ikan lain yang publik melihat atau memandangnya dengan senang. Terserah apakah mau seperti ikan mas, arwani atau seperti nemo yang lincah tapi gak bikin marah," tutupnya.
Baca Juga: Muhammadiyah Menentang Rencana PPN Sekolah: Tak Sesuai UUD 1945!