TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Seperti apa situasi jelang pembacaan teks proklamasi?

Naskah Proklamasi hasil tulisan tangan Bung Karno yang disimpan oleh pihak Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Kemerdekaan Indonesia tak digapai dengan mudah oleh para pendahulunya. Ada banyak cerita di balik kemerdekaan Indonesia ini.

Menilik sejarah, Indonesia sempat mengalami masa yang sulit sebelum merdeka. Ada beragam peristiwa dialami pahlawan kita untuk mampu memerdekakan bangsa ini. Salah satu peristiwa penting dan paling diingat adalah pembacaan teks proklamasi yang dilakukan Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno.

Simak penjelasan mengenai sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia berikut ini.

Baca Juga: Sukarno dan Pemikirannya Soal Modernisme Islam

1. Jepang menyerah pada sekutu

Pasukan Jepang yang pernah menjajah Indonesia (Wikimedia.org/Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen)

Melansir kebudayaan.kemdikbud.go.id, kala itu sedang terjadi Perang Dunia II. Mendekati akhir Perang Dunia II, Kota Hiroshima, Jepang dibom atom oleh sekutu, 6 Agustus 1945. Tak berhenti sampai situ, pada 9 Agustus 1945 Kota Nagasaki, Jepang, juga dibom atom oleh sekutu.

Akibat peristiwa ini, disebutkan ratusan ribu orang menjadi korban. Akhirnya, Kaisar Hirohito menyatakan menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 15 Agustus 1945.

Golongan pemuda Indonesia pun mendengar hal tersebut. Mereka lalu ingin agar Sukarno dan Mohammad Hatta (Bung Karno dan Bung Hatta/dwitunggal) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Namun, Bung Karno dan Bung Hatta menolak keinginan golongan pemuda ini. Hal ini karena belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Jepang.

Golongan tua berpendapat, lebih baik menunggu sampai 24 Agustus 1945, yakni tanggal yang ditetapkan Marsekal Terauchi untuk waktu kemerdekaan Indonesia, ketika menerima Sukarno-Hatta-Radjiman di Dalat. Hal ini pun memunculkan perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua.

Baca Juga: Jejak Fatmawati Sukarno di Masa-masa Genting Proklamasi Kemerdekaan 

2. Bung Karno dan Bung Hatta diculik, atau dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok

Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok. (Wikimedia/Permana Demak)

Pada 15 Agustus 1945, golongan pemuda yang dipimpinan Sukarni, Chairul Saleh, Wikana sepakat untuk mengamankan dwitunggal bersama Fatmawati dan Guntur ke Rengasdengklok. Golongan ini melakukan 'penculikan' agar dwitunggal menuruti keinginan para pemuda, yakni memerdekakan Indonesia.

Hingga 16 Agustus 1945 itu, tidak tercapai kesepakatan apapun. Sorenya, Ahmad Soebardjo datang dan membujuk para pemuda untuk melepaskan Bung Karno dan Hatta. Para pemuda pun akhirnya bersedia melepaskan Bung Karno dan Hatta setelah mendapat jaminan oleh Soebardjo bahwa proklamasi akan terjadi esok hari, atau 17 Agustus 1945.

Malam hari 16 Agustus 1945, rombongan berangkat ke Jakarta. Mereka bergerak menuju rumah Laksamana Maeda di Jl Meiji Dori No. 1, Jakarta.

Setibanya, tuan rumah menjelaskan permasalahan dan informasi yang sebenarnya terjadi. Maeda lalu mempersilakan ketiga tokoh menemui Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer), Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya tindaklanjut yang akan dilakukan.

Namun, setibanya di markas Gunseikan di kawasan Gambir, mereka bertiga mendapat jawaban yang mengecewakan karena Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan, melarang segala bentuk upaya perubahan situasi yang dilakukan. Mereka diharuskan menunggu Sekutu datang terlebih dahulu.

Bung Karno, Bung Hatta, dan Soebardjo sepakat bahwa Jepang tidak dapat diharapkan lagi. Kemerdekaan harus segera dirancang secepatnya. Anggota PPKI yang menginap di hotel Des Indes segera dikawal oleh Sukarni dan kawan-kawan menuju rumah Maeda.

3. Perumusan naskah proklamasi dilakukan di rumah Maeda

Ruang Perumusan Teks Proklamasi. (munasprok.go.id)

Ketiga tokoh ini kembali ke rumah Maeda. Pada 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, Bung Karno, Bung Hatta, dan Soebardjo menyusun teks proklamasi di ruang makan rumah Maeda. Naskah sebanyak dua alinea yang penuh dengan pemikiran tersebut lalu selesai dibuat 2 jam kemudian.

Naskah ini diserahkan ke Sayuti Melik untuk diketik. Sayuti Melik dan BM Diah pun lalu mengetik naskah proklamasi tersebut. Usai diketik, naskah diserahkan kembali kepada Sukarno untuk ditandatangani.

Baca Juga: Deretan Pahlawan Pemberani Asal Papua yang Berhasil Menyatukan NKRI

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya