18 ABK RI yang Kerja di Kapal Ikan Tiongkok Diduga Alami Perbudakan
3 ABK yang sakit dan meninggal, jenazahnya dilarung ke laut
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Aksi kejam perbudakan di atas kapal penangkap ikan masih terus terjadi. Korban merupakan 18 ABK asal Indonesia.
Informasi ini menarik perhatian publik Tanah Air usai disiarkan oleh stasiun MBC News Korea Selatan pada Selasa (5/5). Dalam tayangan berita di stasiun televisi nasional Korsel itu turut ditunjukkan video tiga jenazah ABK hendak dilarung ke laut.
Berdasarkan keterangan yang ditayangkan MBC News, ABK asal Indonesia itu sudah bekerja di sana selama sekitar satu tahun. MBC News sempat menghubungi langsung tiga ABK Indonesia yang akhirnya diturunkan di Pelabuhan Busan, Korsel.
Menurut keterangan salah seorang ABK Indonesia itu, kapten kapal dan perusahaan dinilai tidak memenuhi perjanjian bahwa bila ada dari ABK meninggal, maka jenazahnya dibawa ke darat untuk dikremasi. Tetapi, ini malah dilarung ke laut.
Salah satu ABK yang meninggal diketahui bernama Ari dan berusia 24 tahun. Ia meninggal karena sakit. Jam kerja bagi ABK dinilai tidak manusiawi di atas kapal.
Seorang ABK mengaku mereka bisa bekerja 18 jam dalam sehari. Asupan gizi pun tidak diperhatikan. Salah satunya mereka hanya diberikan air minum yang difiltrasi dari laut. Air mineral dalam botol hanya diperuntukan bagi kru kapal Tiongkok.
"Awalnya (kami merasa) kram, tiba-tiba kakinya bengkak. Dari kaki itu langsung nyerang ke badan, langsung kami merasa sesak," ungkap seorang ABK ke MBC News.
Lalu, bagaimana kronologi peristiwa tragis yang menimpa para ABK di atas kapal ikan milik Tiongkok itu? Apa yang dilakukan oleh KBRI Seoul untuk memberikan perlindungan kepada mereka?
Baca Juga: Kemlu: 10.009 ABK Indonesia Sudah Pulang ke Tanah Air
1. Belasan ABK asal Indonesia bekerja di kapal penangkap ikan tuna milik Tiongkok
Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, Umar Hadi membenarkan peristiwa yang dilaporkan oleh MBC News. Kepada IDN Times yang menghubunginya melalui telepon, Umar mengatakan belasan ABK Indonesia itu bekerja untuk kapal penangkap ikan tuna bernama Long Xing 629.
"Itu kapal besar, makanya disebut long line vessel. Kalau melaut bisa berbulan-bulan, bahkan bisa sampai ke Afrika. Pemilik kapal itu perusahaannya ada di Tiongkok. Kapal yang dituduh melarung tiga jenazah ABK Indonesia dilakukannya di laut lepas," ungkap Umar pada Rabu malam (6/5).
Tetapi, kemudian kapten kapal Long Xing 629 mau menurunkan 15 ABK asal Indonesia di Pelabuhan Busan. Prosesnya mereka tidak diturunkan di pelabuhan itu, melainkan dipindahkan ke kapal lain untuk diantar ke sana.
"15 ABK Indonesia itu dipindahkan ke kapal lain tapi dimiliki oleh perusahaan yang sama," tutur dia.
Tetapi, 15 ABK itu tidak bisa langsung dipulangkan ke Tanah Air. Mereka harus menjalani karantina selama 14 hari untuk mencegah penularan COVID-19.
"Mereka tiba di Busan pada 24 April dan langsung dikarantina," ujarnya.
Baca Juga: 26 ABK Positif COVID-19, KM Lambelu Sandar di Pelabuhan Makassar