51 Pegawai KPK Dipecat, Masinton: Itu Tidak Melawan Arahan Presiden
Pegawai KPK bisa ajukan gugatan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, menilai keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tetap memberhentikan 51 pegawai, bukan satu bentuk pembangkangan terhadap instruksi Presiden Joko "Jokowi" Widodo.
Menurut dia, justru karena mengikuti instruksi Jokowi, 24 dari 75 pegawai masih bisa diselamatkan dan akan dibina.
"Dari pada gaduh-gaduh (di ruang publik) lebih baik teman-teman mengajukan gugatan (ke PTUN)," ujar Masinton ketika berbicara di program "Mata Najwa" yang tayang di stasiun Trans 7 pada Rabu, 26 Mei 2021.
Ia menambahkan apa yang dilakukan beberapa instansi seperti KPK, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), hanya mengikuti apa yang tertulis di UU nomor 19 Tahun 2019. Di dalam undang-undang tersebut, pegawai KPK diwajibkan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Namun, di dalam undang-undang itu tidak ditulis untuk menjadi ASN harus menjalani Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Menurut Masinton, diskusi di ruang publik soal 75 pegawai yang tak lolos menjadi ASN terlalu berlebihan dan tidak esensial.
Ia juga membantah adanya rencana pemerintah untuk menyingkirkan pegawai tertentu di komisi antirasuah. "Tidak ada yang disingkirkan, tapi yang ada tidak lolos (tes ASN). Mana ada penyingkiran," tutur Masinton.
Berdasarkan informasi dari pegawai komisi antirasuah, sebanyak 20 dari 75 yang dinyatakan tak lolos ASN, merupakan penyidik dan penyelidik. Apa dampaknya bila mereka tetap diberhentikan?
Baca Juga: 51 Pegawai KPK Tetap Dipecat, PKS: Kok Beda dari Harapan Presiden?
1. Penonaktifan 75 pegawai bisa menghambat pengusutan kasus-kasus besar korupsi
Sementara, penyidik senior KPK Novel Baswedan mengatakan dari 75 pegawai yang kini dinonaktifkan, sebanyak 20 di antaranya penyidik dan penyelidik. Mereka kini memegang kasus-kasus besar, mulai dari pencarian buron Harun Masiku, korupsi dana bantuan sosial COVID-19, suap di Mahkamah Agung, suap yang melibatkan Wali Kota Tanjungbalai dan penyidik KPK hingga suap benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Apalagi, kondisi KPK kini semakin kekurangan penyidik. Dari sekitar 80 penyidik dan penyelidik yang ada, sebanyak 20 orang di antaranya tak bisa bekerja optimal lantaran dinonaktifkan.
"Penyidik itu ketika direkrut tidak bisa langsung bekerja. Mereka harus dilatih dulu, punya pengalaman dan keahlian," kata Novel.
Dampak lainnya dari proses TWK yang menyebabkan 75 orang tidak lulus, kata Novel, menyebabkan 1.349 pegawai lainnya menjadi takut bersuara.
"Mereka akan takut untuk memperjuangkan (aspirasi mereka) karena sudah diberikan contoh karena sudah dilakukan penyingkiran. Saya khawatir ke depan orang-orang baik (yang masih ada di KPK) justru jadi takut," tutur Novel.
Baca Juga: Novel Baswedan Tak Gentar Meski Tidak Lulus Jadi ASN KPK