TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Airlangga: Episentrum COVID-19 Bakal Geser ke Luar Jawa 3 Pekan Lagi

Kasus harian COVID-19 di Indonesia tembus 64.718

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/POOL/wsj)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan episentrum COVID-19 kini terlihat sudah mulai bergeser dari wilayah Jakarta ke Jawa Barat. Bahkan, diprediksi dalam dua hingga tiga minggu ke depan, episentrum virus corona bakal bergeser ke luar Pulau Jawa. 

Dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (17/2/2022), kasus harian yang kini dilaporkan memang sudah lebih tinggi ketika puncak gelombang Delta. Pada 15 Februari 2022, angka kasus harian telah menembus 57.049. Lalu, keesokan harinya, angka harian melonjak lebih tinggi yaitu 64.718. 

Kenaikan kasus harian diikuti angka kematian harian yang juga melonjak. Pada Rabu kemarin, Satgas Penanganan COVID-19 melaporkan angka kematian harian mencapai 167. Ini merupakan angka kematian harian tertinggi selama 2022. 

Meski begitu, menurut Airlangga, yang membedakan situasi ketika terjadi gelombang Delta dan Omicron, yakni tingkat Bad Occupation Rate (BOR) atau keterisian tempat tidur rumah sakit COVID-19 yang tetap rendah.

"Tingkat BOR masih di angka 33,41 persen," ungkap Airlangga ketika memberikan keterangan pers. 

Airlangga pun mengimbau agar masyarakat tetap waspada supaya angka transmisi tidak kembali naik. Maka, di beberapa daerah level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dinaikan. Selain itu, dia juga mengimbau warga yang terinfeksi COVID-19 dan memiliki gejala ringan, supaya menjalani isolasi mandiri di rumah. 

Bila lokasinya tidak memungkinkan, kata Airlangga, warga bisa dirawat di fasilitas isoman terpusat. Pemerintah akan membantu pemulihan warga yang sakit gejala ringan, dengan menyediakan fasilitas telemedisin dan obat-obatan. 

Lalu, apakah berbahaya bila kasus harian COVID-19 varian Omicron terus melonjak?

Baca Juga: Pemerintah Buka Peluang Hapus Kewajiban Karantina bagi PPLN

1. Bila kasus harian meningkat hingga lima kali lipat, maka jumlah pasien di rumah sakit ikut naik

ilustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, menurut ahli ilmu kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Tjandra Yoga Aditama, kasus harian COVID-19 di Tanah Air harus ditekan. Jangan sampai angkanya kembali melonjak. 

Ia berkaca dari gelombang Omicron di Amerika Serikat, di mana setelah dicek, angka hariannya melonjak hingga lima kali lipat. Alhasil, jumlah warga yang masuk ke rumah sakit dan dirawat ikut naik. 

"Jadi, grafik (kasus) jangan sampai dibiarkan naik lagi. Bila tetap naik, kita contoh di AS, meski belum tentu bisa terjadi di sini, maka jumlah orang yang masuk ke rumah sakit akan menjadi besar. Maka, salah satu caranya adalah membatasi pergerakan dan memperketat protokol kesehatannya," ungkap Tjandra kepada media, Rabu, 16 Februari 2022. 

Di sisi lain, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Abraham Wirotomo, mengatakan pemerintah belum melonggarkan sepenuhnya PPKM. Ia memberikan contoh, level PPKM di DKI Jakarta saja masih ada di angka tiga. 

"Kan, artinya ada batasan seperti jam malam, batasan kapasitas, pembelajaran tatap muka di sekolah kan juga dibatasi. Ketika PPKM di level 3, maka (jumlah siswa) harus 50 persen," tutur Abraham, kemarin. 

2. Istana tak ingin memperketat pergerakan masyarakat karena emosi

Ilustrasi tenaga nakes memeriksa pasien (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Abraham menjelaskan, keputusan untuk penetapan level PPKM berdasarkan alasan yang ilmiah, bukan emosi semata. Meski kasus harian terus melonjak di Indonesia, tetapi jumlah BOR justru masih rendah. 

"Sekarang kan tidak ada antrean dari warga yang ingin dirawat di rumah sakit. Kapasitas rumah sakit di tingkat nasional masih memadai sekitar 30 an persen. Tidak ada juga tuh antrean oksigen. Saya sudah berdiskusi langsung dengan pedagang oksigen untuk COVID-19, hampir semua mengatakan tidak ada. Ini situasi yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan masa Delta," ungkap Abraham. 

Pemerintah, kata Abraham, tidak ingin emosi dengan langsung menaikkan level PPKM. Sebab, bila itu terjadi, maka pihak yang paling terdampak langsung adalah rakyat kecil.

"Jadi, kita mengacu saja kepada level PPKM yakni 1-4, dan itu ditentukan asesmen risiko di setiap daerah," kata dia. 

Baca Juga: Luhut: Sudah Vaksin Lengkap dan Tak Ada Komorbid, Silakan Jalan-jalan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya