Alat Tes COVID-19 GeNose Dipakai di 2 Stasiun Kereta Mulai 5 Februari
Satgas sebut GeNose tak bisa gantikan tes PCR untuk diagnosa
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Alat penyaringan (screening) GeNose mulai Jumat, 5 Februari 2021 siap digunakan oleh penumpang kereta api jarak jauh. Kementerian Perhubungan akan menempatkan GeNose di dua stasiun yaitu Stasiun Senen, Jakarta dan Stasiun Tugu, Yogyakarta. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan ke depan penggunaan GeNose akan ditambah di titik-titik stasiun lainnya.
"GeNose sudah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan dan sudah disetujui oleh Satgas COVID-19 dengan dikeluarkannya surat edaran. Sehingga, kami yakin alat ini sudah teruji untuk digunakan sebagai alat penyaringan COVID-19 di simpul-simpul transportasi seperti di stasiun," ujar Menhub Budi melalui keterangan tertulis pada Rabu (3/2/2021).
Ia berharap dengan adanya GeNose maka bisa memberikan opsi tambahan bagi publik untuk melakukan pengecekan kesehatan selain tes rapid antigen dan swab PCR yan dijadikan syarat perjalanan transportasi kereta api jarak jauh. Apalagi biayanya jauh lebih rendah dibandingkan dua tes itu yakni Rp15 ribu - Rp25 ribu.
"Semoga, di tanggal 5 Februari nanti penerapannya juga bisa berjalan baik dan lancar. GeNose ini selain murah, tidak sakit untuk digunakan dan ini juga buatan Indonesia," tutur Budi lagi.
Sementara, Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro mengatakan sebelum digunakan secara luas oleh publik, GeNose sudah diuji dengan menggunakan 2.000 sampel. "Akurasinya sudah mencapai 90 persen. Semakin banyak dipakai, alat ini akan semakin akurat karena akan selalu diperbarui oleh tim dari UGM," ungkap Bambang yang ikut proses uji coba di Stasiun Senen kemarin.
Namun, Bambang menegaskan GeNose hanya berfungsi sebagai alat penyaringan dan bukan pengganti tes swab PCR. Sehingga, publik tak bisa memanfaatkannya sebagai dasar diagnosa COVID-19.
Di sisi lain, penggunaan GeNose di stasiun justru dikritik oleh relawan penanganan COVID-19, dr. Tirta Mandira Hudhi. Mengapa?
Baca Juga: Viral! Gedung DPR Dijual di Marketplace Rp5.000? Ini Kata Tokopedia
1. Riset pengembangan GeNose didanai oleh BIN dan Kemenristek
Menurut tim penemu GeNose dari Universitas Gadjah Mada, Eko Fajar, riset terhadap alat penyaringan itu sudah dilakukan sejak lama. Ia menepis GeNose baru dikembangkan saat pandemik melanda Indonesia. Saat ini, GeNose masih terus disempurnakan agar bisa dimanfaatkan lebih banyak oleh publik.
"Kami sudah mulai riset sejak 2009 hingga sekarang. Riset kami akhirnya membuahkan hasil dan sudah mulai digunakan oleh masyarakat," ujar Eko.
Sementara, Ketua Tim Pengembang GeNose C19, Kuwat Triyana mengatakan produksi masal gelombang pertama alat penyaringan COVID-19 itu didanai oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kemenristek. Kuwat berharap GeNose juga bisa didistribusikan di tempat publik lainnya seperti rumah sakit, bandara dan tempat-tempat keramaian.
GeNose merupakan alat penyaringan (screening) berdasarkan embusan nafas. Namun, alat itu menuai banyak kritik karena membutuhkan prekondisi warga. Ia mengakui orang yang sebelumnya mengonsumsi pete, merokok, atau minum alkohol akan memperoleh hasil tes yang sifatnya abu-abu atau berada antara positif atau negatif.
"Dengan nilai pertengahan itu ya tinggal kita minta sikat gigi untuk membersihkan mulut. Dan 30 menit berikutnya datang lagi, kita cek lagi maka hasilnya itu negatif. Jadi tidak ada masalah," kata Kuwat.
Baca Juga: Pengguna GeNose harus Puasa Maksimal 1 Jam sebelum Diperiksa
Baca Juga: GeNose Jadi Alat Tes COVID di Stasiun, Epidemiolog: Jangan Buru-buru!