TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bakamla Prediksi Kapal Militer Asing Makin Wara-wiri di Natuna Utara

Diprediksi akan ada perlombaan senjata di Laut China Selatan

Petugas Bakamla ketika berpatroli di dekat pengeboran lepas pantai Noble Clyde Boudreaux di Blok Tuna, Laut Natuna Utara di Kepulauan Riau pada Juli 2021 (Dokumentasi Humas Bakamla)

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya TNI Aan Kurnia memprediksi, akan semakin banyak kapal militer dari negara-negara besar wara-wiri di Laut Natuna Utara.

Hal itu merupakan salah satu dampak langsung dari pakta pertahanan yang diteken oleh tiga negara yakni Australia, Inggris, dan Amerika Serikat yang lazim disebut AUKUS. Kapal asing itu diprediksi berasal dari negara yang tidak ikut mengklaim teritori di Laut China Selatan (LCS). 

Aan juga menjelaskan dampak tidak langsung dari dibentuknya pakta pertahanan AUKUS yakni adanya perlombaan senjata di antara negara-negara di sekitar Laut China Selatan.

"Diperkirakan juga bisa menimbulkan gangguan pelayaran dan meningkatkan risiko, sehingga (kebutuhan) asuransi bakal meningkat. Begitu juga dengan biaya logistik," kata Aan ketika mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (20/9/2021). 

Di dalam rapat kerja itu, Aan juga menawarkan solusi agar ke depan China tidak bisa lagi sembarangan melintas, bahkan menakut-nakuti nelayan setempat. Apa solusi yang ditawarkan Bakamla?

Baca Juga: Curhat Bakamla: Kapal China Ganggu Tambang Minyak RI di Laut Natuna

1. Bakamla usul otoritas RI harus rutin terlihat di Laut Natuna Utara

Bakamla RI mengusir kapal coast guard Tiongkok di Laut Natuna Utara (Dokumentasi Bakamla)

Usul pertama yang disampaikan oleh Bakamla yakni meningkatkan kehadiran otoritas setempat atau simbol-simbol negara di Laut Natuna Utara. Mereka terdiri dari TNI Angkatan Laut, Bakamla hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 

"Kemudian, kita harus bisa memanfaatkan sumber daya alam yang berada di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan landas kontinen. Kita tidak bisa hanya klaim di atas kertas semata, sedangkan action-nya tidak ada. Secara de facto kita hanya melongo saja (ketika berada di Laut Natuna Utara)," ungkap Aan. 

"Kita selama ini belum ngapa-ngapain tapi tetap klaim itu masuk ke wilayah kita," katanya lagi. 

Ia menambahkan, selama ini sumber daya alam yang terbenam di bawah ZEE Laut Natuna Utara belum bisa dioptimalkan. Selama ini sumber daya ikan hanya ditangkap oleh nelayan pesisir yang sifatnya bekerja harian. 

"Padahal, di situ sumber daya ikannya luar biasa. Akhirnya, sumber daya itu dimanfaatkan oleh Vietnam, China, dan negara lain," ujarnya. 

Solusi ketiga, kata Aan, yakni mengintensifkan diplomasi agar China tidak lagi mengintimidasi nelayan lokal. Ia menegaskan, bila ketiga hal tersebut tidak dijalankan maka pola yang terbangun hanya sekedar menangkap dan mengusir kapal-kapal asing. 

"Kita akan tergagap-gagap karena situasi yang sama juga seperti ini tahun lalu," tutur dia. 

2. Bakamla pastikan Laut Natuna Utara aman dan terkendali

Personel Bakamla menangkap dua kapal penangkap ikan asal Malaysia pada Rabu, 24 Maret 2021 (Dokumentasi Bakamla)

Di dalam rapat itu, Bakamla menegaskan, kondisi Laut Natuna Utara aman dan terkendali. Sehingga, para nelayan lokal diminta bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa. 

"Kami juga siap untuk mengamankan mereka di sini. Ini perlu dibuat komunikasi yang baik antara nelayan dan aparat penegak hukum," kata dia lagi. 

Sebelumnya, nelayan di Natuna Utara khawatir berlayar di sana karena melihat banyak kapal militer asing wara-wiri. 

Baca Juga: TNI AL Minta Nelayan Tak Perlu Takut terhadap Kapal Asing di Natuna 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya