TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Benarkah Vaksin Nusantara Sekali Suntik Bikin Antibodi Seumur Hidup?

Epidemiolog nilai vaksin nusantara dibuat diam-diam

Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan Vaksin Nusantara yang diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan, dr. Terawan Agus Putranto diklaim memiliki beberapa keunggulan dibanding vaksin COVID-19 lainnya. Di antaranya, bisa meningkatkan daya tahan tubuh dan menghasilkan antibodi yang berlaku seumur hidup, hanya lewat sekali suntikan saja

Hal itu didengar Melki dari peneliti ketika meninjau pelaksanaan uji klinis vaksin nusantara yang dilakukan di RSUP dr. Kariadi, Semarang, Jawa Tengah pada Selasa, 16 Februari 2021. 

"Menurut peneliti itu, dia (vaksin nusantara) punya potensi sekali disuntik untuk sekali seterusnya. Jadi, karena antibodi itu dilatih untuk mengenali COVID-19 dan itu disuntikan di dalam sel darah, (vaksin) itu punya kemampuan untuk mengenali Sars-CoV-2 seumur hidup," ujar Melki yang dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Kamis, 18 Februari 2021. 

Klaim lainnya yang didengar oleh anggota DPR dari fraksi Partai Golkar itu yakni sel dendritik masih bisa mengenali virus corona meski nantinya mereka akan bermutasi. Namun, ia menggaris bawahi klaim itu masih harus dikaji oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

"Kalau klaim ini benar dan terbukti, berarti vaksin ini mantap juga," tutur dia lagi. 

Apa komentar epidemiolog mengenai klaim yang disampaikan oleh peneliti vaksin nusantara di RSUP dr. Kariadi?

Baca Juga: Ini Awal Mula DPR Tahu soal Vaksin Nusantara yang Digagas Terawan

Baca Juga: Peneliti Vaksin Nusantara Libatkan 27 Relawan di Uji Klinis Tahap I

1. Epidemiolog wanti-wanti agar pemerintah tidak mengklaim berlebihan vaksin nusantara

Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia (Dokumentasi pribadi)

Sementara, epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman, mewanti-wanti agar pemerintah tidak cepat klaim dan mengglorifikasi berlebihan vaksin nusantara. Klaim itu, menurut dia, sangat tidak masuk akal. 

"Ini logikanya di mana? Masyarakat itu gak bodoh, apalagi generasi Z dan kaum terdidik, mereka pasti paham dan mempertanyakan (klaim tersebut)," ujar Dicky ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Jumat (19/2/2021). 

Ia menggaris bawahi yang dinamakan inovasi tidak mungkin akan muncul instan. Kemampuan dan riset itu butuh waktu berpuluh-puluh tahun. 

"Jadi, Indonesia gak bisa mengklaim sebagai negara pertama di dunia (menggunakan teknologi sel dendritik untuk membuat vaksin). Yang ada, nanti malah diketawain dunia," kata dia lagi. 

Ia juga mengingatkan pemerintah agar dalam menangani pandemik, tidak fokus mengedepankan kebijakan ekonomi. Dalam penanganan pandemik, kebijakan harus didasari data sains yang sudah terbukti. Maka, tak heran meski sudah setahun berada dalam kondisi pandemik, tak perbaikan situasi di Tanah Air. 

"Kan semua tidak scientific proven, mau yang tes nafas (GeNose) atau vaksin nusantara ini," ungkapnya. 

2. IDI minta agar peneliti tunjukkan data bahwa vaknus bisa ciptakan antibodi seumur hidup

Petugas kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19. ANTARA FOTO/Jojon

Komentar tegas juga datang dari Ketua Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban. Ia mempertanyakan data untuk mendukung klaim bahwa vaksin nusantara bisa ciptakan antibodi bagi manusia seumur hidup. 

"Jika bicara klaim tentu harus dengan data. Harus dengan evidence based medicine. Jangan membuat publik bingung," cuit Zubairi melalui akun media sosialnya pada Jumat (19/2/2021). 

Hingga kini, kata Zubairi, para ahli belum bisa menjawab berapa lama durasi antibodi yang terdapat di dalam vaksin COVID-19 buatan Sinovac Biotech, Moderna atau Pfizer. 

"Sekali lagi, saya mendukung upaya eradikasi, seperti vaksin. Tapi, perlihatkan kepada publik datanya. Biar tidak gaduh. Vaksin influenza saja bertahan kurang lebih setahun karena dipengaruhi mutasi virusnya," tutur dia lagi. 

Dokter senior itu justru mempertanyakan motif dari klaim berlebihan vaksin nusantara. 

Baca Juga: Lama Gak Muncul, Terawan Inisiasi Vaksin Nusantara untuk COVID-19

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya