TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Artidjo Alkostar Tolak Tawaran Uang Suap dari Pengusaha

Artidjo kemudian mengusir pengusaha itu dari ruang kerjanya

IDN Times/Santi Dewi

Jakarta, IDN Times - Sosok Artidjo Alkostar bagaikan oase di gurun pasir yang tandus dan panas. Gimana gak? Di saat banyak penegak hukum, mulai dari jaksa, pengacara hingga hakim mudah tergiur sogokan dan suap, justru pria berusia 70 tahun itu malah menolak mentah-mentah. 

Kepada media yang menemuinya di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, pada Rabu malam, (30/5), Artidjo mengisahkan kalau ia pernah ditawari uang sogokan oleh seorang pengusaha. Itu terjadi di awal tahun 2000, saat ia baru dilantik sebagai hakim agung. 

"Saya bentak orang itu agar segera keluar dari ruang kerja saya," kata Artidjo menanggapi uang sogokan yang ditawarkan ke dirinya. 

Sejak saat itu, ia membuat aturan baru yang khusus berlaku bagi dia. Penasaran apa aturan baru tersebut?

1. Artidjo emoh bertemu dengan pihak berperkara di MA

ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Sejak terjadi peristiwa pengusaha yang berani menawarinya uang suap, Artidjo langsung membuat notifikasi di depan pintu kerjanya: 'tidak menerima pihak yang berperkara di Mahkamah Agung'. Rupanya, Artidjo sadar betul dengan posisinya sebagai hakim agung, akan ada banyak orang yang mendekati dan memanfaatkannya. 

Tetapi, ia sudah membentengi diri, agar tetap fokus bekerja dan memastikan putusan yang ia buat gak dipengaruhi oleh siapa pun.

"Tapi, gara-gara membuat aturan itu, saya malah dikeroyok oleh sesama rekan di rapat pleno di Mahkamah Agung," kata Artidjo semalam. 

2. Artidjo merasa terhina ditawari uang suap

IDN Times/Santi Dewi

Ia mengatakan, ketika ditawari uang sogokan dari pengusaha tersebut, Artidjo mengaku merasa sangat terhina. Ia menyebut gak tahu nominal uang yang ditawari oleh si pengusaha. 

"Tapi, di dalam dokumen itu ada fotokopi dengan tulisan 'nomor rekening Pak Artidjo berapa,'" katanya. 

Si pengusaha bahkan tanpa basa-basi langsung memberikan cek kosong yang bisa diisi sendiri oleh Artidjo berapa nominal uang yang ingin ia terima. 

Gak mempan disogok secara langsung, pernah ada pula pihak-pihak tertentu yang memberikan uang itu melalui keponakannya yang tinggal di Yogyakarta. Artidjo memang dibesarkan di keluarga yang sederhana. Ia merasa apa yang telah dimilikinya saat ini sudah cukup.

Di buku biografinya berjudul "Alkostar: Sebuah Biografi", tertulis saat awal menjadi hakim agung, ia berangkat kerja dari rumah kontrakannya di area Kwitang menggunakan bajaj. Padahal, hakim agung lainnya sudah mengendarai mobil. 

Gara-gara itu, ia ditolak masuk dari pintu depan. Alhasil, ia masuk dari pintu samping. 

Di dalam buku tersebut, Artidjo juga berkisah tentang pembelian mobil pertamanya, Chevrolet Spark. Ditemani teman satu kontrakannya yang bernama Ari, akhirnya Artidjo membeli mobil tersebut. Dananya diperoleh dari MA, yang sudah dialokasikan untuk membeli mobil Rp 60 juta ditambah tabungannya pribadi Rp 20 juta. Maka, total dana yang dikeluarkan untuk membeli mobil tersebut Rp 80 juta. 

Ari pun kemudian direkrut oleh Artidjo menjadi sopir pribadinya. Salah satu bentuk kesederhanaan Artidjo lainnya yakni rumah kontrakan yang sempat ia tempati sangat sederhana. Memang, ia kemudian pindah ke apartemen yang disediakan oleh negara, tapi ia gak menggunakan jasa asisten rumah tangga. Alhasil, semua pekerjaan rumah tangga dikerjakannya seorang diri. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya