TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Mahfud Tegur Benny Mamoto karena Percaya Skenario Ferdy Sambo

Publik tuntut Benny mundur sebagai Ketua Harian Kompolnas

(Eks ketua tim penyidik kasus BNI Irjen (Purn) Benny Mamoto) IDN Times/Panji Galih

Jakarta, IDN Times - Dari sejumlah pejabat yang disorot luas oleh publik dalam pengusutan kematian Brigadir J, salah satunya adalah Irjen Pol (Purn) Benny J. Mamoto.

Pasalnya, meski posisi Benny sebagai Ketua Harian Kompolnas dan bertugas mengawasi kinerja Polri, tetapi di awal pengusutan kematian Brigadir J, ia lebih banyak menyalin pernyataan polisi. Bahkan, Benny pun sempat meyakini bahwa penyebab Brigadir J tewas pada 8 Juli 2022 lalu karena baku tembak dengan ajudan lainnya. 

Karena itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD sempat menegur Benny. Apalagi kini, terungkap Brigadir J tewas bukan karena baku tembak. Melainkan karena dibunuh oleh atasannya sendiri yakni Irjen (Pol) Ferdy Sambo. 

Belakangan, Mahfud menjelaskan mengapa Benny percaya pada skenario kebohongan yang dibuat Ferdy Sambo. Mantan jenderal di kepolisian itu ternyata dipanggil oleh Sambo ke kantor Divisi Propam pada 11 Juli 2022 lalu. Ia ikut didampingi komisioner Kompolnas lainnya, Poengky Indarti. 

"Pak Benny dipanggil ke kantor Pak Sambo hanya untuk melihatnya menangis. Pak Sambo bilang kalau dia teraniaya, kalau dia ada di sana akan ditembak habis (Yosua)," ungkap Mahfud ketika berbicara di program siniar Deddy Corbuzier yang tayang di YouTube, Jumat (12/8/2022).

Saat ditanya oleh Benny, kata Mahfud, Sambo menangis sambil meneriakkan bahwa ia sudah dizalimi. Poengky mengaku tak paham mengapa Sambo menangis seperti itu.

Kompolnas kemudian dipanggil kembali oleh Sambo di tempat lain. Sikap yang ditunjukkan oleh Sambo sama yaitu menangis dan mengeluh sudah dizalimi oleh orang tertentu. 

"Itu rupanya adalah pengkondisian psikologis agar ada orang yang nanti membela dan yakin ia sudah terzalimi. Itu terbukti, karena di awal Kompolnas dan Komnas HAM percaya bahwa ia sudah dizalimi karena istri Pak Sambo sudah dilecehkan," tutur Mahfud lagi.

Apa respons Benny ketika publik mendesaknya mundur dari kursi Ketua Harian Kompolnas karena dianggap menyebarkan kebohongan publik?

Baca Juga: Bharada E Sempat Diimingi Duit Rp1 Miliar Usai Eksekusi Brigadir J

1. Benny percaya skenario Ferdy Sambo karena dengar penjelasan Kapolres Metro Jakarta Selatan

Benny Mamoto sebagai pembicara dalam Ngobrol Seru by IDN Times pada Jumat (10/7/2020) dengan Tema "Melacak Pembobolan BNI Senilai Rp 1,7 Triliun" (IDN Times/Panji Galih Aksoro)

Setelah Mahfud pulang dari Tanah Suci, ia kemudian memanggil anggota Kompolnas dan Komnas HAM. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu kemudian meminta agar kedua lembaga itu mengganti cara pandang dan perspektif terkait kematian Brigadir J. 

Mahfud pun mengaku bingung dengan sikap Benny mengapa ikut genderang Sambo, dan yakin penembakan itu dipicu sikap Brigadir J yang hendak melecehkan Putri Candrawathi.

"Saya katakan ke Pak Benny Mamoto bahwa dia salah. Saya bertanya mengapa Anda meyakini peristiwa pada 8 Juli 2022 benar, padahal ini ada perspektif lain yang lebih masuk akal," kata Mahfud kepada Benny. 

Ia pun merespons Mahfud dengan menyebut, usai mendengar ada peristiwa orang tewas di rumah dinas eks Kadiv Propam, ia langsung mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan.

"Saya begitu ada peristiwa dan bapak sedang ada di Makkah, saya langsung ke Polres Metro Jakarta Selatan. Saya mendapatkan penjelasan begitu dari Pak Kapolres. 'Kenapa Anda langsung percaya, wong itu (ceritanya) gak masuk akal'," tutur Mahfud. 

Ia kemudian menegaskan sikap terbaru Kompolnas yang tak percaya telah terjadi pelecehan seksual terhadap istri Sambo di rumah dinas. Mahfud juga menyebut, hingga saat ini masih ada misteri besar yang belum diungkap ke publik, yakni rangkaian peristiwa yang terjadi pada Jumat malam, 8 Juli 2022 hingga Senin, 11 Juli 2022. Termasuk siapa saja orang-orang yang ada di dalam rumah dinas. 

"Biar nanti itu semua diungkap di pengadilan. Bahkan saya tanya ke Komnas HAM, mereka juga tidak tahu," ujarnya. 

2. Ferdy Sambo dan istri sulit diperiksa dan tak bisa disentuh sebelum Kapolri bentuk tim khusus

Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Lebih lanjut, Mahfud mendapat laporan dari Komnas HAM, di awal sempat kesulitan untuk meminta keterangan dari Ferdy Sambo dan istrinya. Apalagi ketika itu Kapolri belum membentuk tim khusus yang dipimpin oleh Wakapolri. 

"Sulit memeriksa Sambo, istrinya. Ndak bisa disentuh. Usai dibentuk timsus baru bisa disentuh. Itu pun tidak langsung. Nah, yang masalah seperti ini saya kawal," kata dia.

Selain itu, Mahfud juga menjelaskan, sempat ada dorongan dari para personel polisi pendukung Sambo agar tak perlu melakukan autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J.

"Saya katakan, kalau ini tidak diautopsi ulang maka kepercayaan publik ke Polri tidak akan tumbuh dan ada. Akhirnya, mereka melakukan autopsi ulang," ujarnya. 

Setelah proses autopsi ulang pun, Mahfud merasakan masih ada upaya untuk menyembunyikan kebenaran soal kematian Brigadir J. Salah satunya menyebut bahwa hasil autopsi ulang tak boleh diungkap ke publik kecuali ada perintah dari pengadilan. 

"Saya katakan siapa yang bilang. Hasil autopsi ulang bila diminta oleh hakim, maka wajib dibuka. Tetapi, kalau tidak diminta oleh hakim, tetap boleh dibuka ke publik. Itu kan bukan penyakit, melainkan bukti tindak kejahatan," katanya.

Baca Juga: [WANSUS] Ayah Brigadir J: Kami Tak Menyangka Ferdy Sambo Pembunuhnya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya