TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

H-2 Pemecatan 56 Pegawai KPK, ICW Surati Jokowi Tagih Aksi Nyata

Jokowi belum keluarkan sikap apa pun jelang 30 September

Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 56 pegawai non-aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menghitung hari hingga tiba saat pemecatan pada Kamis, 30 September 2021. Meski tersisa dua hari lagi, Presiden Joko "Jokowi" Widodo belum juga menentukan sikap. Bahkan, Istana mengatakan diamnya Jokowi karena menghormati proses hukum yang tengah bergulir di Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Selasa (28/9/2021) pun mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi ke Istana Negara. Surat disampaikan dalam bentuk fisik yang diantar menggunakan jasa ojek daring dan dikirim melalui surat elektronik. 

"Kami mengamati, melihat dan mengevaluasi bahwa gonjang-ganjing di KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia bisa terjadi karena bapak presiden gagal untuk bersikap tegas dan keras terhadap siapapun yang mengganggu upaya pemberantasan korupsi," demikian cuplikan surat yang ditulis atas nama Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo. 

Di dalam suratnya, ICW juga menyentil sikap diam mantan Gubernur DKI Jakarta jelang pemecatan yang bakal terjadi pada 30 September 2021. Jokowi dipandang seolah enggan bersikap dan ingin lari dari tanggung jawab. 

"Padahal, jika bapak presiden sanggup menggunakan ketajaman hati nurani untuk melihat situasi tersebut, maka bapak presiden dapat dengan mudah mengambil keputusan untuk melihat situasi tersebut," kata Adnan. 

Apa respons pegawai non-aktif KPK melihat sikap Jokowi yang hingga kini masih diam?

Baca Juga: [WANSUS] Novel Baswedan: Saya Telah Berjuang, Koruptor Lebih Berkuasa

1. Sikap diam Jokowi dianggap merestui pemecatan terhadap 56 pegawai KPK

Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi di depan Gedung KPK (IDN Times/Aryodamar)

Di dalam suratnya, ICW memaknai sikap diam Jokowi hingga jelang hari pemecatan 56 pegawai KPK adalah bentuk persetujuan secara tidak langsung terhadap keputusan Ketua KPK Komjen (Pol) Firli Bahuri. Padahal, menurut ICW, 56 pegawai KPK dipecat secara sewenang-wenang. 

ICW menegaskan kisruh di KPK bermula dari keputusan Jokowi menempatkan pimpinan komisi antirasuah yang bermasalah. Sebelumnya, sejumlah masyarakat sipil dan media telah menunjukkan Firli memiliki rekam jejak buruk saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan di KPK. Tetapi, ia tetap dilantik oleh Jokowi. 

"Bapak presiden juga yang secara langsung membuka keran bagi pelemahan kerja pemberantasan korupsi melalui revisi UU KPK," kata Adnan di dalam suratnya. 

Maka, Adnan menambahkan, kini hasilnya sudah mulai terlihat. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2020 memburuk dalam kurun satu dekade terakhir. 

"Akhirnya, Indonesia kembali dianggap negara yang sangat korup," tutur dia.  

2. ICW tagih tanggung jawab dan janji politik Jokowi untuk memperkuat pemberantasan korupsi

Presiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

ICW juga mengingatkan Jokowi menjadi presiden memiliki tanggung jawab yang besar. Salah satunya menepati janji politik yang disampaikan ketika kampanye dulu.

Pada kampanye di periode pertama, Jokowi menjanjikan akan memperkuat KPK dan upaya pemberantasan korupsi. 

"Tetapi, kini janji politik itu seolah dilupakan. Tanggung jawab sebagai pejabat tinggi juga dibaikan," ungkap Adnan.  

ICW mengatakan untuk bisa menekan korupsi secara signifikan maka dibutuhkan keseriusan dari para pemimpin bangsanya. Tidak ada satu negara pun yang berhasil mengatasi rasuah dengan jalan kompromi yang ditempuh oleh para pemimpinnya.

"Bangsa ini patut menyesal karena Indonesia pernah lebih baik dalam memberantas korupsi. Namun tidak untuk hari ini," katanya. 

Baca Juga: Mata Berkaca-Kaca Yudi Purnomo Saat Terpaksa Berkemas dari KPK 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya