TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

ICW Kecewa Setya Novanto Hanya Divonis 15 Tahun Penjara

ICW menilai Setya Novanto layak divonis penjara seumur hidup

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Jakarta, IDN Times - Organisasi masyarakat sipil Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis pidana penjara 15 tahun bagi terdakwa Setya Novanto masih belum maksimal. Menurut mereka, seharusnya majelis hakim yang dipimpin Hakim Yanto bisa menjatuhkan vonis penjara seumur hidup. 

Apalagi berdasarkan polling awal yang mereka lakukan di media sosial melalui akun Twitter, sebanyak 77 persen warga net sepakat mantan Ketua DPR itu dihukum penjara seumur hidup. Ada 1.579 warga net yang ikut dalam polling tersebut. 

Lalu, mengapa ICW meminta majelis hakim menghukum Novanto seumur hidup? Apa saran ICW bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengusutan kasus korupsi KTP Elektronik? 

Baca juga: Breaking: Setya Novanto Dijatuhi Vonis Penjara 15 Tahun

1. Perilaku Setya Novanto dinilai gak kooperatif sepanjang proses hukum 

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Menurut ICW, Novanto sudah sepatutnya dijatuhi vonis maksimal dengan penjara seumur hidup. Apalagi perilakunya tidak kooperatif sepanjang proses hukum. 

"Vonis ini dikhawatirkan tidak membuatnya jera dan dapat menjadi preseden buruk bagi terdakwa korupsi lainnya," ujar peneliti ICW Tama S Langkun dalam keterangan tertulis pada Rabu (25/4). 

Vonis bagi Novanto memang tidak berbeda jauh dari tuntutan jaksa yang menuntut agar pria berusia 62 tahun itu dipenjara 16 tahun, denda Rp 1 miliar, subsider enam bulan kurungan. 

Putusan majelis hakim yang melampaui tuntutan jaksa bukan lah hal baru. Dalam pemantauan ICW pada semester I tahun 2017 ada sekitar 15 terdakwa yang diputus hukuman lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Itu dari 352 terdakwa yang kasusnya dipantau oleh ICW. 

"Dengan demikian, putusan hakim untuk tidak menghukum Setya Novanto dengan pidana maksimal seumur hidup sungguh sangat disayangkan. Apalagi yang bersangkutan sudah bersikap tidak kooperatif secara terang-terangan," kata Tama lagi. 

Tama merujuk ke sikap Novanto yang kerap mangkir ketika dipanggil oleh KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi maupun tersangka. Seribu alasan dilontarkan, mulai dari dirawat di rumah sakit, harus meminta izin kepada Presiden hingga sempat hilang saat hendak ditangkap oleh penyidik KPK. Belum lagi ketika pembacaan dakwaan pada Desember 2017, Novanto kembali beralasan sakit. Sidang pun terpaksa molor dan berlangsung selama tujuh jam. 

2. Nilai uang pengganti yang harus dibayar Setya Novanto juga tidak seimbang dengan kerugian negara 

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

ICW juga menilai uang pengganti yang harus dibayarkan oleh Novanto senilai US$ 7,3 juta atau setara Rp 100 miliar tidak sesuai dengan total nilai kerugian negara dari proyek e-KTP. Berdasarkan penghitungan BPK, negara dirugikan sebesar Rp 2,3 triliun. 

"Jumlah pidana tambahan uang pengganti yang dijatuhkan terhadap Setya Novanto hanya sekitar 22,69 persen dari total keseluruhan kerugian negara korupsi KTP Elektronik," kata Tama. 

3. Apresiasi putusan majelis hakim yang mencabut hak politik Setya Novanto 

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Kendati menyayangkan putusan majelis hakim yang tidak maksimal, namun ICW mengapresiasi salah satu putusan berisi pencabutan hak politik bagi Novanto selama lima tahun. Artinya, usai Novanto nanti menyelesaikan masa hukumannya di penjara, ia tidak bisa memilih atau dipilih dalam pemilihan anggota legislatif atau pilpres. 

Menurut ICW, jarang sekali pencabutan hak politik diterapkan bagi terdakwa kasus korupsi. Dalam catatan mereka setidaknya ada empat individu lainnya yang hak politiknya dicabut, yakni mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, mantan Kakorlantas Irjen (Pol) Djoko Susilo dan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Irman Gusman. 

Baca juga: Setya Novanto Anggap Putusan 15 Tahun Penjara Gak Adil

 

 

 

 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya