Inggris Hentikan Terapi Plasma Konvalesen, Bagaimana dengan Indonesia?
Plasma konvalesen tidak bisa diberikan ke sembarang pasien
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Otoritas kesehatan di Inggris (NHS) memutuskan untuk menyetop penggunan terapi plasma konvalesen kepada pasien COVID-19. Keputusan itu didasarkan pada hasil studi awal yang menunjukkan, plasma konvalesen tidak memberi manfaat bagi pasien COVID-19. Bahkan, untuk pasien COVID-19 gejala berat, terapi tersebut tidak mencegah kematian.
Stasiun berita BBC, Sabtu 16 Januari 2021 melaporkan, dari hasil analisa awal terhadap 1.873 kematian dari 10.400 pasien di Inggris, terapi itu tak membawa perubahan signifikan. Dalam kelompok di mana pasien diberi terapi plasma konvalesen, 18 persen pasien di antaranya meninggal dalam kurun waktu 28 hari. Angka serupa juga diperoleh kepada kelompok yang hanya diberi perawatan standar tanpa plasma konvalesen.
Sementara, dalam kajian terpisah yang diungkap pada awal pekan ini, menunjukkan tidak ada perkembangan berarti bagi pasien yang dirawat di ruang ICU meski sudah diberi plasma konvalesen.
Mengutip data dari situs Kawal COVID-19, plasma konvalesen adalah plasma darah yang diambil dari orang yang sudah sembuh dari suatu infeksi. Darah para pasien yang sudah sembuh ini mengandung antibodi untuk virus COVID-19.
Kepala Lembaga Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, hingga saat ini uji klinis terhadap terapi plasma konvalesen masih berjalan di Indonesia. Uji klinis itu dilakukan secara bersama-sama antara Kementerian Kesehatan dan Eijkman.
"Uji klinis (mengenai terapi plasma konvalesen) hingga kini masih berjalan yang dipimpin oleh Professor David Mulyono. Di Indonesia sendiri belum ada data yang lengkap mengenai hal itu (apakah terapi plasma konvalesen memberi manfaat bagi pasien)," ungkap Amin ketika dihubungi oleh IDN Times, Selasa (19/1/2021).
Ia menjelaskan, uji klinis pertama dilakukan di RSPAD dengan melibatkan tiga pasien saja pada 2020. Tetapi, data tersebut belum cukup.
"Maka dihimpun beberapa perguruan tinggi, rumah sakit di beberapa kota untuk bersama-sama melakukan uji klinis itu. Karena uji klinis, maka semua prosesnya harus ilmiah," tutur dia.
Apakah terapi plasma konvalesen aman diberikan kepada pasien COVID-19 dengan gejala berat?
Baca Juga: Ampuh Obati COVID-19, Penyintas Diimbau Sumbang Plasma Konvalesennya
1. Hasil uji klinis terapi plasma konvalesen akan diserahkan ke BPOM
Menurut Amin, hasil uji klinis terapi plasma konvalesen itu akan diserahkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi apakah terapi ini bermanfaat bagi pasien atau tidak.
"Kan dua hal itu yang selalu jadi prioritas kami yaitu bermanfaat dan aman," ujarnya.
Ia mengatakan, untuk bisa memberikan plasma konvalesen ke pasien COVID-19 tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Tindakan itu perlu dianalisa oleh komite etik dan medis di setiap rumah sakit.
"Jadi, kalau berdasarkan hasil analisa pasien ini membutuhkan terapi konvalesen di samping terapi-terapi lainnya tentu akan dicoba, tapi dengan dicatat secara menyeluruh mengenai kondisi pasien dan donor," tutur dia.
Plasma konvalesen diberikan juga harus atas persetujuan dari keluarga atau pasien COVID-19 itu sendiri. Tidak bisa rumah sakit berinisiatif memberikan plasma konvalesen ke pasien.
Baca Juga: Menko Airlangga Penyintas COVID-19, Ikut Donor Plasma Darah Konvalesen