Ini Alasan KPK dan Terdakwa Andi Narogong Ajukan Kasasi
Andi Narogong dijatuhi hukuman 11 tahun di Pengadilan Tinggi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik (e-KTP) Andi Agustinus mengajukan gugatan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung (MA) pada 17 April lalu. Sejak awal ia merasa putusan vonis di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sudah tidak adil.
Dalam sidang yang digelar pada 3 April lalu, majelis hakim menjatuhkan vonis 11 tahun. Majelis hakim juga mencabut status justice collaborator (JC) yang sebelumnya sudah dikabulkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, sebelumnya karena status JC itu, Andi justru mendapat hukuman ringan, delapan tahun.
Ternyata, KPK juga mengajukan kasasi. Mereka merasa seharusnya posisi Andi sebagai JC lebih dipertimbangkan majelis hakim. Lalu, siapkah Andi dengan risiko ketika di MA nanti jika hukumannya malah diperberat?
Baca juga: Hukuman Terdakwa e-KTP Andi Narogong Diperberat Menjadi 11 Tahun
1. KPK keberatan dengan vonis 11 tahun bagi Andi Agustinus
Lembaga anti rasuah mengaku keberatan dengan putusan majelis hakim di Pengadilan Tinggi. Sebab, Andi sudah banyak membantu membongkar skandal korupsi KTP Elektronik, namun malah dijatuhi hukuman lebih tinggi, 11 tahun.
"Dari pengalaman KPK selama menangani e-KTP, informasi yang disampaikan Andi dapat membuktikan perbuatan dan aliran dana terhadap Setya Novanto. Keterangan yang disampaikan Andi cukup signifikan membantu pengungkapan kasus ini. Sehingga, kami pandang, sepatutnya penegak hukum menghargai posisi JC itu," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Selasa (8/5).
KPK berharap semua penegak hukum memiliki satu kesamaan visi untuk menghargai posisi sebagai saksi pelaku bekerja sama. Apalagi dalam kasus-kasus korupsi yang kompleks dan bersifat multi trans nasional, peran JC justru dapat mengungkap skandal-skandal besar yang melibatkan aktor kelas atas.
"Konsep ini tidak hanya diakui oleh hukum nasional di Indonesia, tetapi juga sejumlah konvensi internasional," kata Febri.
Baca juga: Terdakwa Kasus e-KTP Andi Narogong Tak Menyesal Membantu KPK