Ini Kisah di Balik Layar Hebohnya Wawancara "Cabut Gigi" Ira Koesno
Empat hari usai wawancara itu, Soeharto mundur sebagai Presiden
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - "Jadi begini, kita udah gak perlu lagi diskusi mengenai tambal-menambal gigi. Satu-satunya tindakan yang efektif adalah cabut itu gigi, karena dia udah menjalarkan penyakitnya ke mana-mana. Udah telat dan supaya gigi baru itu bisa tumbuh". Itu lah bagian dari pernyataan yang disampaikan oleh pengamat politik Sarwono Kusumaatmadja ketika diwawancarai oleh penyiar Liputan 6 yang ternama Ira Koesno.
"Cabut gigi" yang dimaksud Sarwono ketika itu yakni Soeharto harus mundur sebagai Presiden. Tindakan reshuffle kabinet saja dinilainya gak akan cukup untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi yang begitu parah pada tahun 1998 lalu.
Wawancara itu dilakukan di program Liputan 6 Siang pada Minggu, 17 Mei 1998. Gara-gara wawancara itu, nama Ira akhirnya melejit sebagai jurnalis televisi. Tapi, gara-gara wawancara itu pula, program Liputan 6 nyaris akan ditutup. Betapa tidak, SCTV ketika periode itu masih dimiliki oleh kroni Soeharto yakni Sudwikatmono yang notabene masih sepupu Soeharto.
Apalagi pemimpin yang pernah diberi gelar "Bapak Pembangunan" itu masih berkuasa walaupun sudah terjadi tragedi penembakan terhadap empat mahasiswa Universitas Trisakti yang memicu mundurnya Soeharto.
Dalam acara talkshow "Melacak 20 Tahun Peristiwa Reformasi" yang dilakukan IDN Times beberapa hari lalu, Ira bercerita ketika itu ia dan tim diminta oleh Direktur Pemberitaan SCTV agar berhati-hati.
"Intinya itu adalah meant to be (peristiwa wawancara Sarwono). Pak Sarwono itu adalah urutan ketiga (sebagai narsum). Urutan pertama adalah Emil Salim, urutan kedua Siswono Yudohusodo, dan ketiga baru Pak Sarwono. Ternyata, dua orang itu gak bisa. Akhirnya jatuh lah pilihan ke Pak Sarwono dan itu pun Beliau dihubungi pada hari Kamis," kata Ira memulai kisahnya di kantor IDN Times pada Rabu, 9 Mei.
Pemilihan nara sumber jatuh ke Sarwono, karena di program Liputan 6 Siang itu ia harus berbicara mengenai desakan agar Soeharto melakukan reshuffle kabinet. Otomatis individu yang diundang harus berada di luar kabinet Soeharto. Namun, yang fenomenal, empat hari usai Sarwono menyampaikan kalimat itu, Soeharto benar-benar mengumumkan pengunduran dirinya.
Penasaran gimana di balik layar wawancara itu? Berikut kisahnya secara khusus disampaikan ke IDN Times:
Baca juga: Gen Millennial, Yuk Kenali Sosok 4 Pahlawan Reformasi Mei 1998
1. Pernyataan Sarwono itu pernah disampaikan di Liputan 6 Petang
Menurut Ira, istilah "cabut gigi" itu sudah pernah disampaikan di malam sebelumnya di Program Liputan 6 Petang. Namun, entah kenapa istilah itu baru ngehits ketika Ira yang membawakan program Liputan 6 Siang.
"Mungkin garis takdirnya memang harus jadi ngehits di tangan Ira Koesno kali ya," ujar Ira sambil tertawa di acara talkshow pada Rabu kemarin.
Ketika Sarwono dihubungi sebagai narasumber pun, ia sudah meminta berbagai hal kepada Liputan 6 Siang. Pertama, bendera setengah tiang sudah harus dipasang di depan kantor SCTV. Kedua, ia tetap dibolehkan menggunakan pita hitam di lengan kirinya.
"Waktu itu di telepon Pak Sarwono bilang, kalau gak ada itu, saya gak mau. Waduh, saya pikir pusing juga kita kalau gak ada Pak Sarwono. Gimana cara menggantinya karena itu acara tiga segmen," kata Ira yang disambut tawa Sarwono dan para aktivis 98 yang ikut dalam talkshow hari Rabu itu.
Namun, ketika itu, Sarwono sempat urung diwawancarai oleh Ira, sebab ia mendengar dari petinggi SCTV Peter F. Gontha alasan bersedia diwawancarai karena ingin kembali masuk ke dalam kabinet pemerintahan Soeharto.
Saat hendak meninggalkan kantor SCTV, Sarwono tiba-tiba dicegat oleh beberapa media asing seperti CNN dan BBC. Mereka ingin meminta komentar Sarwono soal reshuffle kabinet Soeharto. Maka meluncur lah omongan Sarwono di halaman kantor SCTV.
Seorang pegawai SCTV kemudian melaporkan ke studio kalau mantan Menteri Lingkungan Hidup itu malah berbicara mengenai reshuffle di area kantor mereka. Akhirnya, Sarwono pun kembali dipanggil ke dalam untuk diwawancara.
Baca juga: 'Student Movement in Indonesia' Ingatkan Soal Harga Mahal sebuah Reformasi
Baca juga: 20 Tahun Reformasi di Mata Fahri Hamzah, Apakah Tuntutan Telah Tercapai?